Muladi membelot ke kubu Agung Laksono. Ini dilakukan lewat pernyataannya yang membenarkan keputusan MenhumHAM. Pembelotan Muladi ini pun menyentak Ical dan Akbar Tandjung. Bambang Soesatyo pun bereaksi keras. Maka, selesai sudah sepak terjang Ical dan Akbar Tandjung di Golkar. Meskipun langkah terakhir dilakukan yakni (1) melaporkan ke Bareskrim Polri, dan (2) mengajukan gugatan ke PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, faktor internal dan eksternal Golkar pun tidak berpihak kepada Ical dan Akbar Tandjung. Mari kita simak kedua faktor itu dengan hati riang gembira senang sentosa bahagia ria selamanya.
Dua faktor internal dan eksternal Golkar memengaruhi akhir kiprah Ical dan Akbar Tandjung di Golkar.
Faktor internal Golkar. Pertama, sikap Ical dan Akbar yang salah mengalkulasi faktor kekuatan politik. Kesalahan hitung kekuatan baik kubu Agung maupun Ical menjadi penyebab kekalahan Golkar Ical.
Kubu Ical hanya menyisakan tokoh Ical dan Akbar Tandjung. Muladi adalah peragu - dan terbukti membelot. Erwin Aksa dekat dengan Jusuf Kalla - membelot juga. Fadel Muhammad menurun kejayaannya. Ical sendiri gagal memberi dana abadi Golkar. Setya Novanto sendiri adalah politikus cerdas dan orang kuat; tetapi realistis dan sangat lihai berpolitik. Bambang Soesatyo mendapat saingan Priyo Budi Santoso. Praktis kubu Ical hanya memiliki corong seperti Idrus Marham dan Tantowi Yahya yang tidak memiliki kekuatan ekonomi dan politik.
Kekuatan lain seperti Nurdin Halid, Titiek Prabowo, misalnya tak dapat diandalkan sama sekali. Kekuatan mereka kalah pamor dengan misalnya Erwin Aksa ataupun bahkan Priyo Budi Santoso.
Dengan kekuatan ekonomi dan politik yang lemah - ditambah Golkar menerapkan pseudo power ala Ical dan Akbar Tandjung - kekuatan ekonomi-politik kader Golkar kalah dengan kubu Agung Laksono.
Di kubu Agung Laksono banyak bejibun diisi oleh orang kaya dan berpengaruh: Siswono Yudhohusodo. Juga ada Agun Gunanjar, Gumiwang Kartasasmita. Orang kuat pun ada sebagai penyeimbang Setya Novanto - yang dipastikan akan membelot seperti Mahyudin dan Erlangga Hartarto juga Muladi dkk., Yorrys Raweyai.
Kekuatan lain Agung - sekaligus kelemahan Ical adalah tak ada organisasi pendiri dan didirikan Golkar yang mendukung Ical sama sekali. MKGR, Kosgoro, AMPG, Soksi semua mendukung ke Agung.
Dengan peta kekuatan seperti itu, maka Golkar Ical tidak memiliki nilai tawar tinggi, baik di mata kader dan juga pengambil keputusan di Polri dan aneka lembaga negara. Andalan Ical untuk memanfaatkan pseudo-power lewat parlemen dengan mengandalkan Gerindra, PKS, PAN, PPP dan Demokrat justru menunjukkan kelemahan Golkar sebagai kekuatan politik. Golkar dimanfaatkan oleh Gerindra dan PKS untuk melancarkan strategi politik mereka.
Golkar pun hanya mendapatkan pseudo-power bernama Ketua Presedium Koalisi Prabowo. Posisi ketua presidium ini tak memberikan manfaat ekonomi bagi Golkar sama sekali. Tak ada keuntungan ekonomi dari pseudo-power ini. Itu yang menyebabkan Golkar Ical ditinggalkan oleh pentolannya.
Kedua, Ical dan Akbar Tandjung lupa sejarah Golkar.