Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ironi 11 Pemain PSMS Jadi Gelandangan, PSSI Undang Timnas Brazil, Spanyol!

20 Juni 2013   07:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:43 1742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironis. Sebanyak 11 pemain PSMS jadi gelandangan di Jakarta. Sementara PSSI tak peduli. Mari kita perhatikan peristiwa sepakbola belakangan ini dengan hati dan jiwa yang bersih.  Setelah sukses mengundang Belanda melawan Timnas Indonesia, PSSI dengan bangga akan mengundang Brazil dan Spanyol pada akhir tahun ini. Suatu kebanggaan yang menjulang tinggi di angkasa. Di tengah kongres sepakbola di Surabaya, Ketum PSSI Djohar Arifin Husin, dengan lantang menyebutkan akan hadirnya dua kekuatan sepakbola sejagad, Brazil dan Spanyol. Namun, ironi tengah terjadi. Sebanyak 11 pemain PSMS Medan menjadi gelandangan di Jakarta. Mereka mengadu ke PSSI untuk menuntut gaji selama 10 bulan yang belum dibayarkan Manajemen PSMS Medan. Ironis.

Kedatangan Timnas Belanda dan akan diundangnya Arsenal, Chelsea, dan Manchester City ke Indonesia beberapa bulan ke depan sungguh bukan kebanggaan yang patut disambut dengan gempita. Filosofi sepakbola sebagai bagian dari kehidupan kini dikuasai dan dimaknai secara salah oleh PSSI. Sepakbola Indonesia gagal mengedepankan filosofi kehidupan sepakbola yang berdasarkan bil adli (keadilan dengan adanya aturan dan wasit), bil hikmah ( dengan adanya cara berinteraksi antar pemain, penonton, wasit dengan baik), bil haq (dengan adanya hak dan kewajiban bagi terhukum dan yang menghukum dengan benar sesuai kebenaran aturan).

PSSI membutakan mata, hati, telinga bahkan jiwa dengan menutup mata akan semua kasus sepakbola dari mulai Arema Malang, Bojonegoro, Persipura, 6 Exco yang dipecat dan dihukum 10 tahun tak boleh aktif di kepengurusan sepakbola, Persebaya, dan PSMS Medan. Aneka keputusan didasarkan pada kekuatan tanpa dasar filosofi kehidupan sepakbola (bil adli, bil haq, bil hikmah) yang menyaratkan kebenaran, kebijaksanaan dan keadilan.

Kesebelas pemain PSMS Medan yang menjadi gelandangan di Jakarta adalah potret tak becusnya PSSI mengelola kompetisi. Bagaimana mungkin para pemain PSMS Medan, PSBS Bojonegoro, Persebaya tidak digaji meskipun sebenarnya gaji mereka sebagai pemain sepakbola hanya sekelas UMP? Gebyar Kongres PSSI, undangan pertandingan Timnas Belanda, Timnas Brazil, Timnas Spanyol tak memiliki arti kebanggan apapun bagi ke-11 dan puluhan pemain sepakbola Indonesia yang ‘dapurnya tidak berasap' karena tidak dibayar gaji mereka. Timnas Belanda, Timnas Brazil dan Timnas Spanyol yang dibanggakan oleh duet Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti sungguh menjadi ironi.

Djohar dan La Nyalla tak usah memakai uang puluhan milyar rupiah mendekati ratusan milyar rupiah untuk mendatangkan Timnas Brazil dan Spanyol. Mendingan uang tersebut dipakai membayar gaji para pemain sepakbola agar mereka bisa makan dan tidak menjadi gelandangan di Jakarta. Sebanyak 11 pemain PSMS itu hanya sebagian kecil dari ratusan pemain sepakbola di Indonesia yang gajinya tidak dibayar atau telat bayar dari semua level kompetisi baik LPI maupun LSI.

PSSI gagal mengamalkan filosofi sepakbola. PSSI tengah mengamalkan kartel politik-sepakbola. Kekuatan PSSI (baca: Djohar Arifin Husin dan La Nyalla) tengah memertontonkan sepakbola ala mafia kroco yang tidak peduli kepada orang lain. Bahkan pemain sepakbola sebagai stakeholders paling penting - karena sepakbola tak aka nada artinya tanpa pemain - tidak dianggap penting dan tak dihargai. Selama PSSI hanya mementingkan diri sendiri dan tidak memerhatikan seluruh sendi kehidupan sepakbola - dan Djohar Arifin Husin sudah persis seperti Nurdin Halid yang digantikannya - kemenangan, kekalahan Timnas tidak akan bermakna di depan masyarakat.

Penonton sepakbola merasa miris melihat 11 pemain PSMS datang ke Jakarta mengadu ke PSSI dan menjadi gelandangan hidup di Jakarta. Untung ada yang menampung dan peduli. Bayangkan ke-11 pemain PSSI itu sejak pekan lalu hanya memiliki uang sebesar Rp. 700,000,-. Empati dan simpati terhadap pemain sepakbola tidak datang dari pengurus PSSI yang sibuk mengatur kongres dan kedatangan Timnas Brazil dan Spanyol pada akhir tahun ini.

Selamat datang Timnas Brazil. Selamat datang Timnas Spanyol. Selamat datang 11 gelandangan pemain PSMS!

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun