Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tentang Waktu Azali, Waktu Bumi, dan Perhitungan Tahun

1 Januari 2014   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:16 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1388562951548349608

Dalam konteks jiwa yang abadi, istilah waktu tak dikenal. Yang dikenal adalah peristiwa. Hal ini secara alami dialami oleh manusia purba yang mengalami peristiwa sebagai penanda kehidupan tanpa mengetahui rentang waktu. Manusia purba menandai peristiwa alam seperti banjir besar, jatuhnya meteor di Bumi, bencana alam lainnya, dengan menggambarkan di dalam gua-gua.

Maka sebenarnya, sesungguhnya perayaan Tahun Baru hanyalah perayaan ilusi manusia di Bumi. Perayaan yang sesungguhnya adalah ketika kita mau berbuat dengan memberikan tanda kehadiran kita di Bumi. Karena sesungguhnya sejak penciptaan telah terentang waktu abadi (baca: keabadian) hidup bagi setiap manusia. Penandaan detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun, windu,abad, milleneum hanyalah konsep yang ada dalam diri manusia belaka yang kebetulan terjebak dalam konsep waktu Bumi. Sedangkan ‘waktu' azali adalah dentang (waktu) keabadian jiwa manusia sejak diciptakan di alam laukhul mahfudz sana.

Lalu apakah perbedaan antara waktu Bumi dengan waktu azali alias keabadian? Waktu Bumi memiliki sifat (1) bisa dihitung karena ada (2) waktu mulainya dan (3) waktu berakhirnya berdasarkan peristiwa tertentu, dan (4) subyektif sifatnya. Untuk manusia, waktu Bumi dimulai ketika anak bayi lahir di dunia dan diakhiri ketika kematian terjadi pada seorang manusia. Itulah subyektivitas waktu Bumi.

Sedangkan waktu Azali sebenarnya terikat dengan penciptaan jiwa manusia. Jadi sifat waktu Azali adalah (1) mengikuti atau diawali ketika jiwa manusia diciptakan oleh Allah di laukhul mahfudz sana, (2) waktu azali ini bersifat obyekrif karena sifatnya yang abadi, (3) sifat abadi ini menimbulkan kesimpulan bahwa waktu menjadi tidak ada (3) karena tidak ada ukuran atau alat ukur untuk mengakhiri keabadiaan itu sendiri. Satu lagi yang penting adalah jika kita memercayai waktu abadi ini - adanya jiwa yang abadi - maka itu menunjukkan tentang (4) sifat abadi tuhan. Sejak jiwa diciptakan maka keabadian jiwa manusia menyamai salah satu dari dua sifat yakni (5) keilahian Allah SWT sendiri yang abadi. Itulah kehebatan Allah SWT yang meniupkan roh atau jiwa di dalam jiwa manusia sehingga setiap manusia memiliki keabadiaan jiwanya.

Nah, berdasarkan penjelasan itu, maka seharusnya orang tidak perlu gagal memahami tentang waktu. Termasuk waktu berupa tahun yang ditandai dengan kelahiran Yesus atau peristiwa hijriahnya Nabi Muhammad SAW - dan umur Bumi bukan didasarkan pada kedua peristiwa tersebut. Tahun 2014 hanyalah penanda peristiwa dimulainya sebuah peristiwa, bukan hakikat waktu. Pun untuk memahami jutaan tahun usia fosil menjadi tak sulit yang usianya mencapai 200,000 tahun sampai 2 juta tahun seperti fosil yang saya miliki. Memahami kekuasaan Raja Mesir yang 10 ribu tahun lampau, maka menjadi mudah dan tak dibingungkan dengan tahun 2014.Juga bahwa keabadian telah menghapus eksistensi waktu juga perlu dipahami.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun