Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Israel, Palestina dan Pan-Arabisme Baru: Sejarah Tanah Berdarah

9 Desember 2012   07:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:57 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Khaled Meshaal juga berjanji akan membebaskan para tahanan Palestina di Israel. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Hamas akan melakukan penangkapan tentara Israel seperti yang terjadi pada tahun 2006 terhadap Gilad Shalit, yang ditahan di Gaza selama 5 tahun sebelum dibebaskan dengan ditukar dengn 1,027 tahanan Palestina.

Palestina praktis terpecah menjadi dua kubu: Tepi Barat dikuasai faksi Fatah dengan Presiden Mahmoud Abbas, sementara Jalur Gaza dikuasai oleh Hamas dengan Ismail Haniyeh sebagai Perdana Menteri. Perpecahan di kubu Palestina ini seakan mengurangi kemampuan Palestina untuk melawan dan bernegosiasi dengan Israel perihal Palestina Merdeka.

Kini, Hamas dengan sayap militernya Qassam telah mampu meluncurkan roket dan menghantam Tel Aviv, Israel, juga Yerusalem. Kemampuan dan pencapaian militer Hamas ini sungguh mengkhawatirkan Israel. Pemerintahan Perdana Menteri Israel melalui juru bicaranya Ofir Gendelman menyatakan, "Hamas tengah merayakan 25 tahun perayaan membunuh rakyat Israel dengan roket dan bom bunuh diri, juga mengeksekusi anggota Fatah...melanggar HAM - hak azasi manusia." Israel masih bungkam dengan kunjungan Khaled Meshaal ke Gaza. Israel pernah berusaha membunuh Khaled Meshaal namun gagal pada tahun 1997.

Dalam konflik Israel-Palestina ini, tampak sekali perubahan strategi Israel dalam mendirikan negara Israel. Pada mulanya tidak ada pernyataan tentang Tanah yang Dijanjikan - buktinya pemukim Yahudi mula-mula membeli tanah dari warga yang telah tinggal di sana. Lalu setelah Israel memiliki kekuatan, bahkan Kota Tua Yerusalem, termasuk Yerusalem Timur direbut dari Yordania dalam Perang Enam Hari tahun 1967. Seluruh Yerusalem dikuasai Israel di bawah Hukum Yerusalem - meskipun tidak diakui oleh hukum internasional. Sejak saat itu Yahudi memiliki kesempatan untuk beribadah di Temple Mount yang berlokasi sama dengan Dome of Rock dan Al Aqso.

Konflik Israel-Palestina bukanlah tentang pertentangan agama, namun perebutan tanah. Jika dicermati akan tampak bagaimana pergolakan antara nasionalisme Arab Palestina dan Yahudi sejak tahun 1917. Di situ belum muncul kekhawatiran akan berdirinya negara Israel - namun pemukim Yahudi telah menyusun secara sistematis kerangka administrasi layaknya sebuah negara di semua tanah dan pemukiman yang dimiliki oleh Yahudi.

Inilah kecerdasan dan kesabaran Yahudi dalam upaya mendirikan kembali bangsa Israel yang telah tercerai-berai. Sementara Arab Palestina - yang menganggap diri mereka sebagai rakyat Turki Ottoman pada saat itu - sebagai mayoritas menafikan kemungkinan berdirinya negara Israel. Hanya Mufti Besar Yerusalem, Mohammad Amin al-Husainy, yang menyadari hal ini sampai akhirnya terjadi Kerusuhan Yerusalem tahun 1920 dan 1929 yang menyebabkan Mufti harus mengasingkan diri ke Iraq, pada saat itu Palestina ada di bawah kekuasaan Inggris. Pada kerusuhan nasionalisme-agama Yahudi-Arab tahun 1929, terjadi pembantaian terhadap Yahudi di Hebron, Safed dan Yerusalem.

Kini kondisi geopolitik dan geoekonomi di Timur Tengah telah berubah ke arah nasionalisme. Arab Saudi kini menjadi seperti Turki Ottoman pada masa sebelum perang dunia pertama dan kedua. Jika Imperium Turki dan juga Timur Tengah dijatuhkan oleh kekuatan Kolonial Eropa, Arab Saudi akan jatuh karena nasionalisme Arab - baik internal Arab Saudi maupun kekuatan regional. Amerika Serikat sebagai jangkar kekuatan di Timur Tengah yang melindungi Israel dan Arab Saudi, kini harus berhadapan dengan Mesir yang islamis dan Iran serta negara-negara Afrika Utara dan kekuatan baru Turki.

Jika Arab Saudi jatuh ke tangan Islam seperti di Mesir atau bahkan menjadi negara demokrasi, itulah awal mula peluang menuju kehancuran Israel. Israel akan kesulitan melawan nasionalisme Arab bersatu - Pan Arabisme Baru - yang lebih bertenaga. Jatuhnya Arab Saudi juga membawa konsekuensi pengaruh Syi'ah di seluruh dunia, karena peran Iran yang dominan di Tanah Arab dan Kota Suci Mekah dan Madinah. Adalah Iran yang memiliki kekuatan paling hebat selain Turki dan Mesir.

Itulah Timur Tengah, tanah yang disebut dalam kitab suci tiga agama besar Yahudi, Kristen, Islam, justru menjadi pemicu konflik yang tak akan berkesudahan. Penyebabnya adalah adanya Yerusalem sebagai tempat suci bagi agama Yahudi, Kristen dan Islam. Hingga di mata awam, tampak bahwa pemicu konflik antara Israel-Palestina adalah antara tanah dan agama menjadi bercampur baur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun