Luar biasa Lulung. Langkah Lulung sangat menarik dari sisi psikologi kriminal. Psikologi kejahatan dan penjahat. Lulung melibatkan Polri, bukan KPK. Sangat menarik.
Lulung melakukan serangan balik atas nama DPRD DKI Jakarta kepada Ahok. Ahok berbalik dituduh melakukan suap terhadap DPRD DKI. Besaran suap Ahok itu 12,1 triliun bukan juta atau miliar. Suap itu dimaksudkan untuk memuluskan persetujuan DPRD DKI atas RAPBD DKI.
Bagaimana kecerdasan Lulung memanfaatkan kondisi politik dalam kaitan kisruh KPK vs Polri? Mari kita telaah 3 kecerdasan si Lulung dan psikologi kriminal dengan tertawa terbahak-bahak sambil guling-guling bahagia senang riang suka cita ria sentosa.
Dalam psikologi kriminal, artinya kondisi psikologi kejahatan dan penjahat, akan muncul yang perasaan puas dan cukup sementara. Ketika seorang penjahat telah mendapatkan hasil kejahatan, maka dia akan merasa puas sementara.
Rasa puas sementara ini tercapai ketika kejahatan yang telah direncanakan berhasil. Biasanya, lalu mereka berpesta-pora. Hotel dan restoran mewah, mall kelas atas, pelesir ke Maldives, ruang entertainment alias pelacuran, karaoke, tempat peristirahatan, villa mewah, apartment sewa, serta perempuan atau lelaki menjadi sasaran pemuasan keberhasilan. Maka untuk menguntit kejahatan, pergilah ke tempat-tempat tersebut.
Untuk penjahat kelas bawah maka perayaan juga sama namun berbiaya murah seperti tempat pelacuran kelas rel kereta api, losmen kumuh, warung dan remang-remang, karaoke pinggir jalan, pelacur murah STW penyakitan, dan bahkan dengan cara menculik atau memerkosa sasaran. Untuk menguntit penjahat kelas teri, kunjungi tempat-tempat hiburan kelas teri dan kumuh. Di situlah informasi didapatkan.
Nah, dalam kasus kisruh DPRD DKI dan Ahok, faktor psikologi kriminal - dan ini berlaku umum dan bukan bukan hanya para penjahat - akan memengaruhi Polri. Langkah Lulung Nampak cerdas dengan mengadukan Ahok ke Bareskrim Polri. Berhasilkah langkah Lulung berdasarkan psikologi-kriminal yang memengaruhi berbagai pihak dari kepolisian sampai ketok palu hakim? Mari tengok kecerdasan Lulung.
Kecerdasan Lulung pertama. Ahok menyuap DPRD DKI Jakarta. Lulung menuduh balik Ahok menyuap DPRD DKI berupa tanah Rp 6 triliun untuk DPRD DKI. (Pertanyaannya: di mana letak tanah itu. Kuburan atau mana?) Total jenderal sontak jumlahnya Rp 12 triliun sekian. Yang menyuap Lulung dan DPRD DKI adalah Sekda DKI. (Sekda DKI Syaefulloh telah membantah bahkan tak pernah bertemu pada subuh unttuk menyrahkan sogokan dari Ahok. Nah lho!).
Kecerdasan Lulung kedua. Lulung menggandeng Kabareskrim Polri untuk mengurus kasus DPRD. Nah, Lulung melapor ke Polri, yang sedang hot dengan Buwas-nya yang tengah berkibar-kibar kemenangan. Maka Lulung bermimpi dengan berteriak di siang hari bahwa dia pasti akan mampu memenjarakan Ahok.
Harapan Lulung dan DPRD DKI terjadi efek Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Efek kriminalisasi ini semakin menemukan jalannya setelah Denny Indrayana pun disasar. Harapan bahwa Kabareskrim akan menangani kasus Ahok seperti Polri menangani kasus Abraham Samad dkk menjadi keyakinan Lulung.
Lulung lupa bahwa Polri juga perlu menaikkan citra. Jika Polri ikut Lulung, maka makin hancurlah citra Polri. Untuk itu, secara psikologis-politik Polri sudah cukup menang. Polri sudah menang dengan dipetieskannya kasus Budi Gunawan sebagai tersangka KPK. Sementara Samad, Bambang dan Denny Indrayana.