Angel. Ellena. Bulana. Vitalia. Itu empat nama pertama para wanita yang singgah di dalam hidupku - tak ada perubahan rasa meski waktu memisahkan. Maka tak ada kata pernah. Kenapa? Karena Angie, Ellen, Bulan, dan Vita masing-masing-masing memiliki karakter yang berbeda.
Karena perbedaan karakter dan tanpilan fisik yang berbeda yang membuat aku selalu ingat dan tertanam dalam jiwa. Begitu pulakah alam pikiran Wardawawan terhadap Jennifer Dan sehingga istrinya yang cantik menurut rata-rata orang Indonesia itu dicampakkan ke tong sampah? Atau pikiran pria tentang wanita yang melengkapi kebutuhan jiwa yang beraneka? Selalu dalam jiwa manusia mesti tahu apa yang terjadi dan dibutuhkan.
"Jadi apa yang mendorong kamu mencintai aku, Wawan?" tanya Jennifer Dann pada Wawan, nama panggilan Wardawawan.
"Kamu beda ama istriku ... Kamu tampang seperti orang negro, bukan seperti Jennifer Dunn yang diberi hadiah Vellfire agar bergabung di rumah produksi milik Wawan!" sahut Wardawawan.
Itulah jawaban yang aku dengan dari Wardawawan tentang Jennifer Dann.
"Oh ya? Cool. Senang mendengarnya, Wawan..." timpal Jennifer Dann.
"Tahukah, kamu bagaiamana pikiran aku? Sesuai dengan pemeriksaan psikologis, aku dianggap oleh psikolog sebagai petualang, hehehe. Angka 8 adalah angka dinamis. Maka mobil aku pun mengandung nomor 888. Itu nomor cantik. Namun peramal pun menyampaikan bahwa angka 8 aku jika diekspos akan menjadi bahan celaka. Faktanya?" keluh Wardawawan.
Jennifer menatap Wardawawan dengan lembut di sore itu.
"Faktanya? Nggak ada apa-apa kan? Cuma di dunia nyata saja gara-gara Tubagus Chairy Wardana yang memiliki mobil berplat angka 888 akhirnya menghasilkan angka 6. Angka enam hasil dari tiga angka 8 yang disandingkan adalah bad luck. Karena itu angka lambang Lucifer, bukan Jennifer kamu lho sayang..." jelas Wardawawan melanjutkan.
"Iya. Itu kan Jennifer Dunn di televisi itu ya hehehhe" timpal Jennifer sambil tertawa. "Apa lagi yang membedakan kamu dengan lelaki lainnya Wawan? Tentang cara pandang kamu soal perempuan?"
Bukan hanya berbeda karakter, juga eksposur fisiknya. Dan aku pun tak pernah mengulangi memiliki pacar yang sama atau kemiripannya: beda etnik, beda fisik, beda segalanya. Bahkan beda bangsa bahkan. Kenapa selalu perempuan berbeda yang hadir dalam hidupku? Karena aku mencintai setiap perempuan yang hadir dalam hidupku sebagaimana dirinya - tanpa adanya perbandingan dan dibandingkan. Juga bahwa sesungguhnya hadirnya jiwa manusia selalu tak mampu disingkirkan dari ingatan. Tak ada kemampuan manusia menghapus kehadiran jiwa karena jiwa menyatu tak pernah mampu diusir keluar dari alam jiwa.
"Lalu..." pancing Jennifer agar Wardawawan berbicara lebih banyak.
Namun, ini yang tak banyak aku ugkapkan. Apa dan bagaimana cinta dimaknai oleh oleh mereka dalah pertanyaan yang selalu mengusik aku. Sejak aku usia remaja muda aku dipaparkan pada kata: cinta. Kali pertama ungkapkan cinta adalah ketika masih berusia 12 tahun. Usia aku baru 12 tahun. Aku harus menggali yang mereka rasakan.
"Wah muda sekali...lalu gimana dong ceritanya...Seru.." timpal Jennifer.
Wardawawan terdiam. Tercenung menerawang jauh sambil memeluk lembut Jennifer Dann. Wawan melanjutkan ceritanya.
Paparan pada kata cinta dalam kelebat jiwaku muncul karena lingkungan sekolah SMP. Tentang cinta itu, aku jadi teringat satu peristiwa ketika masih di kelas lima sekolah dasar. Di sekolah itu sejak aku kelas tiga sekolah dasar - baru belakangan aku tahu aku mulai tahu perbedaan antara anak lelaki dan anak perempuan. Aku mulai mengidentifikasi anak-anak perempuan di sekolah. Salah satu yang menarik perhatian aku Airin Ismi namanya - bukan Airin Rachmi Diany Walikota Tangerang Selatan yang akan dicokok KPK beberapa hari ke depan karena terlibat korupsi alat kesehatan.
"And then ..." lanjut Jennifer.
Airin gadis kecil itu selalu menarik perhatianku. Airin berperawakan sedang namun lebih tinggi dari rata-rata gadis kecil. Rambutnya kecoklatan - sangat kontras dengan warna rambut kebanyakan gadis kecil waktu itu. Pewarnaan rambut masih sangat jarang dua-tiga dekade lalu. Terlebih lagi di kota kecil seperti Magelang, tempat Papi sekolah perwira di Akademi Militer Nasional (AMN). Muka Airin dewasa memang cantik - khas perempuan Indonesia Barat, bulat sedikit oval dengan hidung setengah mancung. Dan, ternyata Airin kecil itu mirip dengan Airin Rachmi Diany sekarang.
"Loh emang Papi kamu bukan Jawara?" tanya Jennifer.
"Bukanlah. Yang Jawara tuh ayahnya Ratu Atut dan Tubagus Chairy Wardana alias Wawan..." jelas Wardawawan.
"Cantik?" tanya Jennifer.
"Siapa?" tanya Wardawawan.
"Airin kecil..." sahut Jennifer.
Tergantung. Menurut aku ya cantik standard. Cantik umum. Cantik kesan fisik. Cantik rata-rata. Artinya, Airin cantik menurut standard faktor kesan rata-rata orang Indonesia yang menyebut cantik sebagai berkulit putih, badan semampai, berambut, berbibir tipis - padahal di Barat sana full lips adalah standard seksi dan sensual seperti Angelina Jolly, Ellen Maringka - ini seorang Kompasianer, Bulana seorang mahasiswi, dan Vita tentunya juga sensual dan seksi sebagai seorang ibu dua anak.
"Hush aneh kamu nih Wawan..." timpal Jennifer. Kamu bisa disomasi banyak orang gara-gara menyebut kenyataan di dunia Kompasiana...."
"Apanya yang aneh. Ini dunia yang unik. Antara yang nyata dan tak nyata menjadi sama. Dan kenyataan dan fiksi sesungguhnya adalah dunia yang sama. Maka meyakini adanya fiksi adalah kenyataan dalam fiksi itu sendiri. He he he!" sahut Wardawawan.
"Trus?" tanya Jennifer.
Ya begitulah. Aku menginginkan kamu, Jennifer, karena kamu berbeda dengan Airin kecil dan Airin dewasa. Karena kamu berbeda dengan mereka. Airin Ismi atau pun bahkan Airin Rachmi Diany.
"Oh begitu ya Wawan?" pungkas Jennifer.
"Iyalah," sahut Wardawawan.
"Pandangan tentang wanita seperti yang kamu gambarkan tentang Airin, Angel, Vita, Bulana, Ellena, sungguh pandangan yang begitu indah. Bagimu wanita tak pernah disebut ‘telah hadir' namun selalu hadir dalam kedirian wanita itu masing-masing selamanya; unik. Tak ada kata masa lampau. Dulu. Terlupakan. Namun juga bukan mengingat dan membandingkan. Karena setiap perempuan bagimu unik. Setiap wanita adalah dirinya sendiri. Ini yang membuat aku jatuh cinta padamu, Wawan!" kata Jennifer Dann.
"Itu yang membuat aku suka kasih kamu puisi!" sahut Wardawawan.
Maka Wawan pun mengutipkan salah satu puisi cinta dari Kompasiana.
***lalu kalian bertanya tentang cinta agar aku bisa memuja
ya beri aku cintamu agar aku rasa cintamu hanya untuk saya
beri aku cinta agar rasa indahku padamu ada selamanya
beri aku cinta agar aku bisa berkata aku punya cinta
beri aku cinta agar aku mampu memaknai bahagia
beri aku cinta agar aku tahu makna cinta betapa indahnya
beri aku cinta agar rasa cinta mampu aku cerna
beri aku cinta agar rasa cinta selalu memesona jiwa
beri aku cinta agar cinta menjadi hal paling bermakna
beri aku cinta agar setiap napas adalah rasa pesona
beri aku cinta agar setiap detik waktu adalah cinta nyata
beri aku cintamu agar cinta itu tertanam di jiwa sempurna
beri aku cinta agar cinta itu selalu terang saja menyala-nyala
beri aku cinta agar hidup aku dan kamu jadi rasa di surga
beri aku cinta agar jiwa kita menyatu dalam keindahan semesta
beri aku cinta agar setiap masa adalah wujud cinta sesungguhnya
beri aku cinta agar aku mampu merasa kau tak lekang masa
beri aku cinta agar cinta kita menjadikan hidup indah tanpa cela
beri aku cinta agar kamu dan aku menyatu dalam cinta kita
beri aku cinta agar hidup kita menjadi indah penuh warna
beri aku cinta agar keindahan hidup semakin bergelora
beri aku cinta agar cinta setiap keindahan aku bisa rasa
beri aku cinta agar aku membutuhkan kamu selama napas ada
beri aku cinta agar untuk kita surga dipindahkan ke dunia
beri aku cinta agar cinta itu menyatukan kita tanpa kata
beri aku cinta agar aku tahu arti cinta dalam hidup di dunia
beri aku cinta agar surga aku dan kamu dapat dengan segera
beri aku cinta agar tuhan aku kamu dan saya menyatu baka
beri aku cinta agar aku tak mampu melihat aku kamu dan tuhan esa
beri aku cinta agar aku mampu memuja kamu wahai wanita
beri aku cinta agar aku tahu ini cinta dalam bentuk puja
beri aku cinta agar aku tahu wanita aku tuhan surga satu adanya
beri aku cinta agar aku bisa bilang salam bahagia ala saya
"Duh puisinya. Met Valentine's Day sayang..." kata Jennifer sambil memeluk Wawan, eh, Wardawawan.
Salam bahagia ala saya.
Catatan: Penulis memandang bahwa imajinasi, fiksi dan fakta tak ada bedanya. Untuk kepentingan itu maka tulisan ini pun dimasukkan dalam Catatan Harian. Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H