Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Stigma Buruk Jokowi, Prabowo, dan Aburizal Bakrie

20 Maret 2014   02:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:43 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini benar. Tahukah setiap capres memiliki stigma. Stigma itu ada dalam pikiran pemilih. Untuk menguji stigma tersebut dapat dilakukan secara praktis pada diri Anda sendiri. Pertanyaan ini harus diajukan oleh diri Anda sendiri.

Anda katakan ‘Aku akan pilih Prabowo jika ...'. Ya ada ‘jika-nya' kalau memilih Prabowo dan para capres lain. Jika Prabowo begini, maka aku akan memilih dia. Sementara kalau Anda katakana ‘Aku memilih Jokowi karena ... ‘ pun memiliki makna yang berbeda. Dalam konsep bahasa dan psikologi jelas adanya perbedaan di antara keduanya. Dan, keduanya menunjukkan stigma baik positif dan negatif.

Aku pilih Prabowo jika ... mengandung makna adanya tuntutan, syarat, pemenuhan kekurangan, ancaman, rasa menolak, tidak setuju, terpaksa, dan tak menyukai. Sementara kalau dalam diri Anda katakana Aku pilih Jokowi karena ... maka itu menjadi alasan positif secara psikologi terhadap Jokowi. Nah, fungsi kampanye seharusnya mengubah dari ‘jika ...' menjadi ‘karena ...' yang positif.

Kampanye para capres harus menggambarkan dan mencitrakan agar mampu memberikan alasan logis untuk memilih - atau tidak memilih capres tertentu. Masa kampanye sampai pilpres sekitar 3,5 bulan ke depan pasti akan menimbulkan keadaan yang dramatis. Berbagai maneuver akan dilakukan. Penggalangan kader, pendukung, simpatisan semuanya bermain dan berusaha.

Para capres dan juru kampanye dalam strategi kampanya harus mampu menggambarkan dan mengubah ‘syarat' menjadi ‘pemenuhan kebutuhan' berupa alasan positif memilih.

Contoh-contoh kalimat tersebut mengandung stigma yang harus diubah oleh Tim Kampanye adalah sebagai berikut. Aku pilih Prabowo jika dia berjiwa besar dan tidak kekanak-kanakan dalam berpolitik. Aku pilih Aburizal Bakrie jika ARB mampu memutihkan nama hitamnya Lumpur Lapindo. Aku akan pilih Rhoma Irama kalau dia tidak poligami seperti Anis Matta. Kalimat-kalimat tersebut menjadi stigma yang sudah mengubahnya.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun