Tekanan untuk memenangi kursi presiden oleh PDIP, setelah Jokowi dianggap biang kegagalan meraih 27% suara PDIP dan kampanye hitam pesaing Jokowi, menyebabkan PDIP tampak mengarahkan kepada Jokowi untuk menggandeng PKB yang memiliki dukungan riil yakni PBNU alias Nahdliyin. PDIP dan NasDem bersepakat untuk menerima syarat PKB yakni Jokowi harus mau dipasangkan dengan cawapres dari PKB. Yang paling potensial untuk posisi tersebut adalah Mahfud MD atau Muhaimin Iskandar.
Indikasi PKB mendukung Jokowi disampaikan oleh PBNU - sebagai bagian dari tulang punggung PKB - yang mengindikasikan bahwa PBNU memberikan dukungan kepada Jokowi. Seperti diketahui, Muhaiman Iskandar selalu akan merujuk kepada PBNU terkait dukungan kepada Jokowi atau Prabowo.
Posisi syarat untuk koalisi PKB dengan Jokowi dan Prabowo sangat berbeda. Dengan Jokowi, PKB secara jelas menginginkan posisi cawapres untuk berkoalisi. Jokowi belum membicarakan hal tersebut dengan NasDem dan PDIP sebagai mitra koalisi dan pengusung Jokowi. Jokowi belum menjawab. Persyaratan pencapresan Jokowi telah terpenuhi dengan koalisi PDIP-NasDem.
Sedangkan kubu Prabowo mengobral kursi, cawapres yang semuanya akan disetujui asalkan Gerindra didukung. Semua persyaratan dari PKB untuk mendudukkan cawapresnya diterima oleh Gerindra. Penyebabnya adalah elektabilitas Prabowo di bawah Jokowi dan sampai saat ini baru PPP yang mendukung Prabowo. Prabowo dan Gerindra yang hanya memiliki 11% suara sangat membutuhkan 14% suara lagi dari partai manapun. Makanya Gerindra mengobral kursi: kursi cawapres dan kursi menteri diobral dalam bentuk apapun yang penting mendukung Gerindra dan Prabowo.
Lalu, melihat perbedaan tawaran pelit Jokowi dengan tidak menawarkan kursi-kursi dan menghindari dagang sapi, PKB dihadapkan pada dilemma. Jika mendukung Jokowi PKB kehilangan kesempatan tawar menawar kursi. Jika mendukung Prabowo maka praktek dagang sapi sebagai trade-mark politik 10 tahun belakangan akan bisa dilanggengkan praktek politik transaksional yang menguntungkan partai dan merugikan rakyat.
Namun di balik itu, mendukung Jokowi menurut perhitungan memiliki kesempatan memenangkan pemiihan presiden. Bagi-bagi kursi akan dilakukan setelah kemenangan di pilpres. Sebaliknya mendukung Prabowo diyakini menimbulkan masalah terkait dengan isu kepribadian Prabowo terkait masalah HAM pada 1998. Isu ini tak sedap dan menimbulkan perbedaan pandangan dan friksi di kalangan PKB dan kaum nahdliyin. Jadi tingkat resistensi terhadap Prabowo sangat besar di internal PKB dan NU. Oleh karena itu maka dapat dipahami jika PKB lewat PBNU mengarahkan dukungan kepada Jokowi.
Dengan demikian, maka dipastikan Jokowi menggandeng salah satu antara Mahfud MD atau Cak Imin menjadi pasangan Jokowi-Mahfud MD. Kompromi politik PDIP dan Jokowi ini sangat perlu untuk menarik dukungan lebig besar dalam bentuk ‘pengabsahan' dukungan resmi warga NU kepada Jokowi.
Jadi merapatnya PKB ke kubu Jokowi dipastikan akan memenangkan Jokowi-Mahfud MD akan mampu mendongkrak kemenangan Jokowi. Hal ini sejalan dengan amanat PDIP bahwa calon yang akan diusung oleh Jokowi dan mendampinginya harus yang berpotensi mendukung kemenangan Jokowi. Dan yang memenuhi syarat tersebut adalah PKB dengan Mahfud MD sebagai cawapresnya.
Dan, konsekuensi dukungan PKB ini akan memecah dan membuyarkan Poros Tengah, mengubah peta dukungan Demokrat ke Ical atau bahkan koalisi besar tercipta dengan Demokrat, PKS, dan PAN yang mengusung sendiri capres dan cawapresnya.
Mampukah pasangan Jokowi-Mahfud MD memenangi kursi presiden?
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H