Rayuan Partai Demokrat untuk membangun koalisi setgab tetap besar. Perolehan suara PAN yang cukup signifikan dalam perolehan kursi di DPR yang mengungguli PKB. Sementara aliansi Golkar, Gerindra, PKS, PAN dan PPP belum juga terbentuk. Bahkan Golkar tatap keukeh mengajukan calon presiden sendiri. Sedangkan Prabowo tidak mau mundur merasa modal elektabilitas lebih penting dari raihan suara partai alias kursi di DPR. Karenanya, pencapresan Prabowo adalah harga mati. Dengan demikian koalisi tenda besar sudah bubar. Lalu ke mana arah poros pencapresan dan ke mana PAN, PPP, dan PKS akan berlabuh?
PAN jika mendapatkan tiket cawapres mendampingi Prabowo dipastikan akan menjalin koalisi dengan Gerindra. Sementara PKS sendiri tentu akan bersedia mendapat jatah posisi menteri agama, menteri pendidikan, dan menteri pertanian. Dengan demikian akan tercapai presidential threshold melebihi 20%. Akan lebih menarik jika PPP pada hari ini memberikan dukungan kepada Prabowo. Dengan dukungan PPP maka seluruh partai berbasis Islam mendukung Prabowo. Gerindra menjadi partai nasionalis minoritas di tengah partai-partai sarat pengalaman mengemplang duit rakyat seperti koruptor Luthfi Hasan Ishaaq (PKS), Wa Ode Nurhayati (PAN), dan tentu Rachmat Yasin (PPP).
Gerindra akan mendapatkan kesempatan belajar melakukan korupsi dari ketiga partai tersebut. Ini sungguh merugikan bagi citra Gerindra yang akan memberantas korupsi. Apalagi Fahri Hamzah terkenal paling anti KPK dan bersumpah akan membubarkan KPK jika memiliki kesempatan berkuasa. Suatu ancaman bagi Prabowo yang berjanji memberantas korupsi sementara pendukungnya dari PKS adalah anti KPK. Keadaan yang sangat merugikan reputasi Prabowo.
Namun, dalam kondisi terjepit dan kepepet, demi pencapresan Prabowo asal bisa nyapres - setelah ditolak oleh Golkar - Prabowo akan obral semua posisi strategis yang diinginkan parpol pendukung. Padahal sebelumnya ada harapan Gerindra dengan bergabung dengan Golkar maka akan menjadi kuat. Namun, taktik Golkar sungguh hebat. Golkar memasang taktik kamikaze dan hanya akan mendukung pemenang pada putaran kedua. Golkar jika tidak mencalonkan presiden sebagai partai pemenang kedua juga malu dan jauh dari komitmen dengan Jokowi: masing-maing tetap maju dan jika kalah atau menang akan saling mendukung.
Jadi, melihat peta yang hampir pasti itu, Gerindra-PKS-PAN akan bersatu, maka satu-satunya jalan bagi Demokrat adalah membangun poros baru untuk Golkar-Hanura-Demokrat. Pilihan Demokrat ini adalah pilihan terburuk karena SBY tahu persis bahwa yang paling kuat peluang menjadi presiden adalah Jokowi. Maka SBY dengan segala manuvernnya berusaha mendekati PDIP. Jika Jokowi dan PDIP menerima dukungan Demokrat, maka itu menjadi titik lemah Jokowi, persis sama dengan titik lemah Prabowo jika menerima pasangan Anis Matta, Hatta Rajasa, Ahmad Heryawan dan Hidayat Nur Wahid sebagai cawapres Prabowo.
Melihat peta baru koalisi di atas maka fungsi Golkar-Demokrat-Hanura yang pasti akan kalah suara dari Jokowi dan Prabowo, hanya akan mengantarkan Golkar menuju dukungan kepada Prabowo atau Jokowi yang maju dalam putaran kedua pilpres. Dengan demikian maneuver Demokrat hanya berfungsi menggelitiki Gerindra dan PDIP. Dukungan Demokrat dan juga Golkar ke poros manapun - akan merugikan banyak pihak dan resistensi kuat di masyarakat. Namun, jika PAN dan PKS tertarik kembali ke Satgab Koalisi ala SBY, maka dipastikan Ical dan Prabowo mengubur impian menjadi capres 2014.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H