Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Dipastikan Merapat ke Prabowo, Makin Berpeluang Menang?

20 Mei 2014   16:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah Golkar mendukung Prabowo, hari ini Susilo Bambang Yudhoyono mendukung Prabowo dengan gerbongnya Demokrat. Secara lahiriah dukungan koalisi Gerindra, PKS, PPP, PAN, PBB, Golkar dan Demokrat yang meliputi 59% kursi DPR akan memenangkan Prabowo dalam satu putaran - menurut Fadli Zon bahkan setengah putaran pun bisa. Benarkah koalisi gendut penuh perhitungan pembagian kursi yang jelimet di antara partai pendukung akan memuluskan Prabowo memenangi kursi presiden RI?

Sebelum Demokrat bergabung, kekuatan Prabowo telah sangat masif - jika tolok ukur pilpres adalah kursi di lembaga legislative DPR. Jika mesin partai bekerja dengan sempurna, dipastikan Prabowo akan menang dalam satu putaran - bahkan bisa setengah menurut Fahri Hamzah. PKS terkenal taklid pasti solid. Gerindra pun demikian. Hanya PAN dan Golkar yang patut dipertanyakan. PAN dan Golkar memiliki kader yang tidak selalu loyal dengan arahan partai.

Kasus pilpres 2004 ketika Golkar mengajukan Wiranto secara resmi, namun pada saat yang bersamaan Jusuf Kalla sebagai kader Golkar maju sebagai cawapres SBY. Wiranto gagal mendapatkan suara signifikan karena Wiranto bukan kader Golkar. Suara Golkar mengalir ke SBY-JK. Kasus Golkar menempatkan dan menapakkan dua kaki kini diulangi lagi. Secara resmi ARB dan Golkar mendukung Prabowo, namun kader Golkar Jusuf Kalla menjadi pendamping Jokowi.

Selain faktor Golkar dan Demokrat, sebenarnya warna koalisi Prabowo memiliki gambaran kepada publik tentang pengelompokan partai yang sebangun dan sewarna: bermasalah. Gerindra tentu bermasalah dengan Prabowo-nya yang diindikasikan terlibat dalam kasus HAM yang menyebabkan Prabowo dipecat dari TNI/ABRI oleh Wiranto - itulah sebabnya Wiranto tak mendukung Prabowo.

Bergabungnya Demokrat ke kubu Prabowo sebenarnya justru membuat Prabowo mengumpulkan partai-partai bermasalah. PKS terkenal sebagai partai yang sedang terpuruk dengan kasus korupsi Luthfi Hasan Ishaaq. PPP sedang mengalami masalah dengan pejabat tinggi di Kemenag, dengan Suryadharma Ali tengah disebut dan dimintai keteranfan terkait kasus korupsi haji. PAN dikenal sebagai partai-nya Amien Rais yang mencla-mencle dan terkenal sebagai pedagang sapi - Amien Rais-lah yang pertama kali mengenalkan istilah horse trading menjadi dagang sapi. Selain itu Hatta Rajasa pun ditengarai terlibat dalam kasus kereta bekas dari Jepang pada tahun 2005.

Golkar - dedengkot korupsi paling halus dan rapi dengan Ratu Atut, Aqil Mochtar, dan jelas dengan Aburizal Bakrie yang terstigma belepotan Lumpur Lapindo. Demokrat dengan serombongan koruptor Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Nazaruddin, Hartati Murdaya, dan sebentar lagi ada seorang menteri yang akan dicokok KPK.

Kekuatan 59% suara kursi DPR tak secara otomatis akan menjamin kemenangan bagi Prabowo. Faktor ketokohan dalam pilgub, pilwako, pilkada dan bahkan pilpres. Contohnya Jokowi-Ahok yang hanya didukung oleh Gerindra dan PDIP mengalahkan koalisi 14 partai di Pilgub DKI. Demikian pula soal tokoh menjadi faktor penting. PKS yang salah menunjuk calon gubernur Adang Daradjatun gagal total dikeroyok oleh 13 parpol. Jadi faktor ketokohan menjadi faktor penentu.

Selain itu, faktor lain yang mendorong kemenangan adalah partisipasi pemilih massa mengambang (floating mass). Massa mengambang yang tak berafiliasi dengan parpol dan yang berafiliasi dengan parpol akan sangat menentukan kemenangan capres baik Prabowo maupun Jokowi. Selain itu jika para golputers turun gunung untuk mendukung atau menentang suatu capres, itu pun akan sangat memengaruhi kemenangan. Jumlah Golput dalam pilpres sekitar 30%, jika para golputers jumlahnya berkurang, itu akan sangat berpengaruh untuk kemenangan atau pun kekalahan capres baik Prabowo maupun Jokowi.

Jadi, dari berbagai faktor tersebut, dengan bergabungnya Demokrat dan Golkar ke kubu Prabowo tidak akan serta-merta memenangkan Prabowo dalam satu putaran - atau bahkan menurut Fadli Zon dan Fahri Hamzah setengah putaran bisa jadi. Koalisi partai yang berderet tak seratus persen menggambarkan kemenangan dalam pilpres 2014 bagi Prabowo. Apalagi dengan bergabungnya Demokrat, Golkar, dan PKS membuat semua partai korup bergabung dengan kubu Prabowo. Dan rakyat pun akan ingat dan itu akan memengaruhi keterpilihan Prabowo. Artinya bergabungnya Golkar dan Demokrat sebenarnya adalah lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan manfaatnya: itu artinya menurunkan dan menggerus suara Prabowo. Karena rekam jejak pentolan partai Golkar, PKS, dan Demokrat yang korup. Stigma dan persepsi masyarakat terhadap partai pendukung yang seperti ini jelas akan mengurangi suara Prabowo, secara otomatis menguntungkan Jokowi-JK.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun