Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Prahara Sampai RIP Jokowi: Mengamati Strategi Sun Tzu dalam Kampanye Prabowo dan Jokowi

24 Mei 2014   19:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:09 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prahara dipersoalkan, demikian pula RIP dipermasalahkan. Itulah ekses kampanye hitam yang kebablasan. Mengamati strategi kampanye Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sungguh menarik. Kedua kubu menerapkan strategi perang Sun Tzu. Tampaknya dua kubu yang bersaing saling berhadapan dalam strategi perang yang sangat intens dan terencana. Melihat peta kampanye baik di televisi maupun media sosial, tampak sekali perbedaan strategi dasar kampanye. Bagaimana sebenarnya kampanye hitam itu terjadi dan dampaknya bagi masyarakat dan kedua pesaing pasangan capres?

Perlu dicatat, bahwa kampanye hitam - tak perlu dibuktikan asalnya karena susah dibuktikan sumbernya dan waktu kampanye terbatas - yang sudah telanjur terjadi dipersepsikan sebagai aksi dan reaksi. Ini semua berawal dari bukti awal strategi menyerang dan bertahan dari dua kubu: Prabowo dan Jokowi. Rupanya kubu Prabowo menerapkan strategi perang: menyerang. Sementara kubu Jokowi menerapkan strategi bertahan dari serangan: lu jual gua beli. Bagaimana kedua strategi itu efektif mendongkrak dan menarik simpati publik dan mampu mengubah persepsi pemilih? Mari kita telaah.

Pertaruhan komunikasi politik Prabowo-Hatta yang dipimpin oleh Fadli Zon cukup fenomenal. Penggunaan media komunikasi lewat media sosial telah mengubah Prabowo - dan lawan politiknya yakni Jokowi - menjadi sesuatu yang berbeda. Kampanye adalah alat untuk mengubah persepsi orang terhadap figur yang akan diubah yakni Prabowo - dan Jokowi sebagai target antara. Maka Fadli Zon melakukan kampanye pengubahan persepsi dan pencitraan sekaligus terhadap Prabowo dan Jokowi. Dalam ilmu komunikasi massa, tindakan dan taktik kampanye seperti itu disebut taktik ‘menggunting dua lipatan'. Taknik menggunting dua lipatan ini memang sangat efektif. Bagaimana dampak kampanye menggunting dua lipatan ini bekerja?

Fadli Zon sudah empat tahun lebih mendesain kampanye model ini dengan dipimpin oleh ahli strategi kampanye cyber war Gerindra dan Prabowo Noudhy Valdryno. Strategi kampanye dengan filosofi menggunting dua lipatan menyaratkan Prabowo untuk bekerja keras. Berbagai syarat dan upaya perlu dilakukan agar tujuan tercapai.

Pertama, untuk menerapkan strategi tersebut posisi orang yang akan dipromosikan akan diubah imej, citra, dan persepsi orang - Prabowo harus tak memiliki catatan rekam jejak negatif. Jika ada satu titik negatif saja, maka model kampanye menggunting dalam lipatan akan berakibat buruk bagi pembuat strategi. Kenapa? Reaksi balasan akan sangat kuat menyerang titik lemah tersebut.

Contoh, kampanye presiden AS 2008 Barrack Obama-Joe Biden lawan John McCain-Sarah Palin - capres John McCain - yang berbau SARA hanya menghasilkan hantaman balik bagi Sarah Palin. Catatan keluarga Palin yang berantakan diungkap tanpa ampun sebagai reaksi balik kampanye negatif cenderung hitam. Kampanye yang menyebut Obama tidak lahir di Amerika Serikat dilawan dengan bukti akta lahir Obama di Hawaii.

Hasil kampanye negatif itu adalah persepsi publik terhadap Sarah Palin dan John McCain adalah ‘pembawa berita bohong' dan ‘tak jujur' - bukan persepsi positif, meskipun pada awalnya ‘berita Obama tak lahir di Amerika' menyentak publik.

Kini di Indonesia, kampanye hitam yang berbau SARA tentang Jokowi seperti RIP, Jokowi Tionghoa - meskipun belum tentu yang membuat pendukung Gerindra - namun dalam ilmu psikologi massa, dapat disimpulkan secara umum pembuatnya adalah pendukung Prabowo. Ini persoalan persepsi, bukan aspek hukum. Setiap berita negatif tentang Prabowo juga dianggap dan dipersepsikan dari pendukung Jokowi. Itu yang terjadi karena ‘politik menghalalkan segala cara'.

Kampanye negatif berbau SARA yang terjadi menggambarkan adalaya rivalitas yang jomplang, yang timpang, yang sengaja akan diubah. Contoh kampanye Obama-Biden lawan McCain-Ryan pada 2012 yang hanya menyoroti kebijakan Obama Care yang dianggap negatif - karena sesungguhnya hanyalah satu-satunya titik ‘kelemahan' Obama yang bisa diserang oleh McCain-Ryan. Hasilnya? Obama menang. Obama Care dihambat dan Amerika mengalami ‘shut down' alias pemerintah berhenti melayani publik.

Fokus dan strategi kampanye ‘menggunting dalam lipatan' oleh Sarah Palin dan Paul Ryan gagal total. Kenapa? Sarah Palin dan JohnMccain adalah dua kombinasi yang tak seratus persen suci dari titik hitam - yang bisa diserang balik. Demikian pula strategi menghantam Obama Care - program asuransi kesehatan nasional ala Inggris yang diterapkan di AS - oleh Paul Ryan gagal mencapai tujuan menjatuhkan Obama. Kenapa?

Karena kampanye Sarah Palin soal kelahiran Obama dibuktikan dengan akta kelahiran dari Catatan Sipil Hawaii, sedangkan serangan atas Obama Care sesungguhnya adalah pesanan perusahaan besar asuransi yang mendanai kampanye McCain. Akibatnya publik melihat baik Sarah maupun Ryan adalah pihak yang tak pantas didukung dan simpati publik justru berbalik kepada Obama-Biden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun