Kedua, selain bersih, strategi kampanye ‘menggunting dua lipatan' juga hanya akan efektif digunakan untuk orang atau organisasi yang bersih dan tak memiliki titik kelemahan berarti. Di samping itu, untuk menerapkan strategi ini harus juga diketahui reaksi balik kubu lawan - lipatan yang tak tampak. Jika gagal mengenali strategi lawan dengan baik, strategi ini akan melibas diri sendiri. Akan menggunting penerap strategi.
Contohnya. Kampanye SBY 2004 dan 2009 yang SBY relatif bersih dengan slogan kerakyatan dan kampanye ‘menggunting dua lipatan' berhasil menyingkirkan semua pesaing. Penekanan kampanye difokuskan pada ‘kegagalan Megawati memimpin salama hampir 3 tahun sebagai presiden dan pada 2009 mengusung ‘anti korupsi' dengan pencapaian prestasi SBY-Kalla.
Strategi SBY terbukti berhasil meskipun pada akhirnya Indonesia kehilangan 10 tahun dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah kepemimpinan ‘pencitraan' bukan ‘bekerja'.
Sementara kubu Jokowi menerapkan strategi politik yang menunggu serangan. Strategi ini bisa bermanfaat dan bisa menang jika diterapkan dalam masyarakat yang sebagian besar memiliki kecerdasan cukup. Di dalam masyarakat yang tingkat pendidikan rendah dan kebodohan masih melanda sebagian besar masyarakat, strategi menunggu dan menunggu serangan tak cukup efektif.
Contoh. Kemenangan Jokowi-Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta 2012 yang menerapkan strategi menunggu serangan Foke-Nara dan 14 partai pengusungnya cukup efektif karena kondisi DKI yang memang cocok yakni tingkat pendidikan relatif tinggi. Sementara penduduk di Indonesia sebagian besar dipersepsikan bodoh dan tak berpendidikan oleh penerapan strategi 'menggunting dua lipatan' kubu Prabowo. Kubu Jokowi yang menganggap penduduk Indonesia seperti publik di DKI dengan penerapan 'lu jual gua beli' juga bisa salah strategi.
Bahkan di Amerika Serikat pun strategi seperti ini terkadang gagal meskipun memiliki tingkat sisi positif kampanye santun tinggi. Obama di AS hampir saja kalah ketika menerapkan strategi: lu jual gua beli. Untung pada saat-saat terakhir kampanye Joe Biden dalam debat calon wakil presiden berhasil menghantam Paul Ryan dan menaikkan rating Obama-Biden kembali.
Strategi menunggu serangan ala Jokowi-JK, yang selalu menjawab serangan kubu Prabowo, tidak akan efektif jika kubu Jokowi-JK kehabisan waktu untuk melawan kampanye hitam tersebut dari serangan kubu Prabowo.
Jadi dalam strategi kampanye menyerang ala Fadli Zon dan perancang sumber segala materi cyber war alias perang internet dan media sosial Noudhy Valdryno - ahli strategi cyber yang berjiwa muda namun kurang berpengalaman dalam psikologi komunikasi massa - melawan strategi kampanye menunggu dan menunggu Jokowi akan dibuktikan efektivitasnya. Apakah kubu Prabowo -dengan strategi menggunting dua lipatan - atau kubu Jokowi - dengan strategi menunggu serangan ‘ lu jual gua beli' pada akhirnya akan memenangi strategi kampanye pilpres 2014? Anda dukung yang mana dalam strategi kampanye ini: menggunting dua lipatan atau lu jual gua beli?
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H