Anda bingung memilih antara Jokowi dan Prabowo? Coba ikuti instink politik SBY terkait satu tanda, yakni keterlibatan TNI dalam pilpres dalam mendukung Prabowo. Instink politik SBY yang tepat telah terbukti karena dia telah menjadi presiden dalam dua periode. Publik sesekali harus mengamati sepak terjang SBY dalam masa pilpres 2014 ini untuk menentukan pilihannya. Instink SBY ini tidak disampaikan dalam bentuk kata-kata dan sikap serta perbuatan.
Rupanya dari sikap SBY banyak didapat petunjuk tentang kecenderungan pemenang pilpres 2014 ini. SBY adalah Presiden RI, Panglima Tertinggi TNI. SBY banyak tahu tentang kecenderungan kemenangan pilpres. Posisi SBY yang sampai saat ini abstain didasari oleh beberapa hal termasuk yang dikatakan oleh SBY bahwa dia adalah presiden, jadi harus netral. Pernyataan netral sebagai presiden disebabkan oleh berapa hal. Namun sebenarnya ada tanda-tanda yang publik tak pernah membaca tentang kecenderungan pemenang pilpres menurut pandangan instink SBY. Mari kita tengok.
Pertama, prinsip awal pertimbangan kalkulasi SBY adalah pemenang adalah yang terpopuler. Sampai saat ini, posisi Jokowi-Jusuf Kalla tetap memimpin dan belum terkalahkan dari segi elektabilitas. Jokowi-JK memimpin dengan 43% berbanding 32%. Perihal popularitas ini menurut pengalaman SBY sangat penting. Pertimbangan elektabilitas tinggi ini telah membuat SBY ingin mendekat ke Jokowi - namun kran masuk ke Jokowi-JK terkendala hubungan SBY-Mega yang tak harmonis.
Bukan SBY jika menyerah. Kecenderungan kemenangan Jokowi yang terbersit dalam kalkulasi SBY itu menyebabkan SBY melakukan langkah-langkah politik zigzag. Antara lain, SBY menunggu PDIP mendekat ke Demokrat - namun sekali lagi tak ada respons dari PDIP. Lalu SBY memertontonkan bahwa seolah Prabowo akan didukung. Berbagai pernyataan dari para pentolan DPP PD seperti Pramono Edhie Wibowo, Hasan Syarif menunjukkan dukungan ke Prabowo. Bagaimana sikap politik dan instink tentang pemenang pilpres sebenarnya, Jokowi atau Prabowo?
Dalam diri SBY tetap yakin pemenang pilpres 2014 adalah Jokowi. Untuk menarik perhatian Jokowi - dengan Prabowo sebagai penyeimbang, SBY pun dengan cerdas ingin tampil sebagai King Maker dengan mengajukan pemaparan visi dan misi para capres. Permintaan SBY itu ditolak oleh kubu Jokowi namun disambut oleh Prabowo. Jokowi mengatakan SBY tak pantas minta pemaparan visi misi para capres karena tak ada hubungan antara Jokowi dengan SBY. Sementara Prabowo memenuhi undangan.
Namun lagi-lagi SBY bermain cantik. SBY tidak datang ketika Prabowo-Hatta memaparkan visi. Prabowo hanya dijadikan alat tawar Demokrat atau SBY untuk menarik Jokowi agar mendekat ke SBY. Jokowi memiliki kalkulasi: dukungan SBY tak signifikan dan dukungan resmi Demokrat kepada Jokowi justru akan menjadi beban baginya. Hasilnya? Demokrat tetap netral meskipun visi misi capres telah didengarkan dan dipaparkan.
Lebih mengejutkan lagi, kubu Demokrat menyampaikan bahwa visi misi Jokowi akan dibaca di internet. Jika demikian tak perlu dan tak seharusnya Prabowo hadir dalam misi-visi capres di depan para petinggi Demokrat karena visi misi bisa dibaca di internet.
Selanjutnya, sampai saat ini SBY tetap netral sambil melihat trend survei pilpres. Namun sesungguhnya SBY memiliki kecenderungan mendukung Jokowi-JK. Buktinya, selain SBY tak mendukung Prabowo setelah Prabowo memaparkan visi dan misinya, SBY membiarkan para capresnya ke kubu Jokowi seperti Dahlan Iskan, Anies Baswedan, dan Sinyo Harry Sarundajang. Sementara Marzuki Alie dan Pramono Edhie mengarahkan dukungan kepada Prabowo.
Selain itu, sikap menyerang Ruhut Sitompul kepada Jokowi sebenarnya menunjukkan ‘kebenaran' instink politik SBY yang menganggap Jokowi tetap akan memenangi pilpres.
Pekan lalu SBY menyebutkan akan adanya para tentara alias anggota TNI aktif menjadi bagin timses atau mengarahkan dukungan ke salah satu capres. Terbukti, Babinsa bergerak dan mendukung Prabowo. Dukungan militer kepada Prabowo akan dibiarkan oleh SBY jika SBY mendukung Prabowo. Namun senyatanya SBY memberikan peringatan bahwa ada capres yang didukung militer. Pernyataan SBY itu bukan tanpa risiko karena SBY sebentar lagi akan lengser - sementara para jenderal masih aktif dan akan mampu melakukan perhitungan politik.
Sebagai referensi, sikap dan instink politik SBY mendukung Jokowi dapat dibaca dari serangkaian (1) sikap politik SBY yang ingin berkoalisi dengan PDIP, (2) sikap preferensi netral karena sesungguhnya SBY memandang Jokowi sebagai front runner dan SBY tak ingin mendukung capres yang berkeecenderungan kalah, (3) SBY tak memberikan dukungan kepada Prabowo secara terbuka yang diyakini merupakan taktik bermain dengan dua kaki, dan meragukan Prabowo akan menang melawan Jokowi.