Melawan Uzbekistan Timnas U 19 kedodoran ketika harus menghadapi bola-bola atas (1) karena tidak memiliki tinggi tubuh cukup tinggi. Lalu sebelum pertandingan terlalu optimis menang melawan Uzbekistan (2) karena hanya mengingat kemenangan atas Korea Selatan dan tak ingat kekalahan atas Brunei Darussalam.
Lalu alasan ketiga seperti disampaikan oleh Evan Dimas, usaha apapun tak akan bisa jika Tuhan tidak menghendaki (3) dominan bergantung kepada nasib dan takdir. Jelang melawan Australia, (4) Indra Sjafri sang pelatih sudah ketakutan dan menyatakan Piala Asia U 19 hanya ajang untuk mencari pengalaman bertanding untuk persiapan menjadi pemain Timnas senior sebagai wujud poin 4 di atas.
Kelima, (5) media massa dan supporter dijadikan alasan mendukung atau tidak mendukung dalam kalah dan menang atau seri dalam sepakbola. Publik dan media Indonesia terlalu mengharapkan Timnas U 19 di Indonesia tampil selalu menang.
Maka, menjadi antiklimaks-lah penampilan Timnas U 19 pada turnamen yang sesungguhnya di Myanmar. Sebenarnya tanda-tanda kekalahan sudah tampak sejak Timnas U 19 dibantai oleh Brunei dan negara lain di Turnamen Sultan Hassanal Bolkiah di Brunei Darussalam. Kini, tanda kekalahan menghadapi Australia pun tampak dari pernyataan Evan Dimas dan Indra Sjafri yang menggambarkan diri Timnas U 19 sebagai keturunan Timnas Senior dalam sejarah sepakbola Indonesia yang mirip dengan Timnas Inggris yang berpredikat: nyaris menang, nyaris seri, dan nyaris kalah yang hasilnya jauh dari berhasil menjadi juara. Itulah peran Timnas U 19 Indonesia dalam sepakbola di Piala Asia U 19 Myanmar. Jadi melawan Australia, peran nyaris masih akan diperankan dengan baik.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H