Do, re, mi, fa, sol, la, si, do. Itu jumlah nada dalam satu oktaf. Tepat delapan nada. Berawal dari do dan diakhiri dengan do lagi. Dari do rendah hingga ke do tinggi, namun berapapun oktaf yang dicapai nama nada akan tetap seperti itu do, re, mi, fa, sol, la, si, do.
Jelas oktaf-oktaf nada ini merupakan temuan dari manusia, yang saya juga belum pernah mencari siapa yang mencetuskan satu oktaf nada dengan susunan dari do hingga ke do setiap oktafnya. Mungkin ini temuan dari manusia sendiri yang sesuai dengan kehidupannya, bisa jadi si penemu oktaf ini menemukan penamaan nada-nada yang terdapat dalam oktaf atas refleksi yang ditemukannya dalam hidupnya.
Hidup seperti kata orang itu berputar, seperti nada do ke do lagi. Hanya ada satu hal yang tidak berputar seperti roda, tapi seperti solmisasi ini, susunannya tetap do hingga do. Akan tetapi nada yang dihasilkan, berbeda frekuensinya atau tinggi nadanya. Do ke do lagi, bisa dimisalkan dengan suatu fase yang sedang dialami hidup manusia, contohnya kesusahan. Seseorang pasti pernah mengalami kesusahan. Sebagai manusia yang hidup kesusahan pasti akan menghampiri, namun kita tidak tahu kapan dia akan datang dan sesusah apa itu. Kita pasti mengalami susah tapi tingkat kesusahannya jelas berbeda.
Kesusahan bisa berupa apa saja, salah satunya kesedihan. Tentunya dalam setiap kisah sedih seseorang, tingkat kesedihannya berbeda. Semisal ketika seorang anak kecil kehilangan mainannya, jelas dia merasa sedih, tapi rasa sedihnya akan berbeda ketika dia kehilangan salah satu orang tuanya. Kesedihan atas hilangnya orang tua tentu lebih pedih rasanya, daripada kehilangan mainan.
Rasa senang juga seperti itu. Rasa senang ketika seseorang berhasil menyelesaikan pekerjaan yang paling sulit akan berbeda dengan rasa senang ketika mendapat hadiah undian. Kebanyakan orang mungkin akan merasa lebih senang bila telah menyelesaikan pekerjaan mereka yang paling sulit dengan baik, daripada hanya mendapat hadiah undian. Dalam konteks ini seseorang tersebut mendapat keduanya dalam waktu yang berbeda.
Mungkin sudah cukup jelas bisa kita lihat. Hidup kita ini sebenarnya ini seperti nada yang semakin meninggi, namun namanya tetap sama dalam setiap oktafnya. Satu oktaf bisa dibilang satu fase dalam kehidupan, bila menuju ke oktaf berikutnya frekuensi akan berubah, entah meninggi atau rendah, tergantung nada-nada yang tertulis di partitur.
Bila Tuhan adalah komposer, dialah yang membuat partitur-partitur itu, kemana hidup kita akan menuju dialah yang mengatur. Namun, musisinya tetap kita mau dibawa kemana hidup kita masih kita yang menentukan Tuhan hanya membuat alur. Mau yang sedih atau bahagia, kitalah musisinya, yang memainkan nada-nada itu. Tapi ingat tidak harus selalu ikut takdir, musisi bisa improvisasi.
20 Februari 2013, Yogyakarta
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI