Mohon tunggu...
Nino Histiraludin
Nino Histiraludin Mohon Tunggu... profesional -

Mencoba membagi gagasan. Baca juga di www.ninohistiraludin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Uang Muka Mobil Bagi Pejabat Sudah Sejak Jaman Soeharto

8 April 2015   14:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:22 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14284782021610080799

Presiden Joko Widodo membatalkan uang muka pembelian mobil bagi 752 pejabat negara. Dia merupakan presiden pertama Indonesia yang berani membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Fasilitas Uang Muka Pembelian Kendaraan Perorangan Bagi Pejabat Negara. Namun langkah yang diambil Jokowi tetap jadi sasaran para pembenci atau lawan-lawan politiknya.

Berawal ditetapkannya Perpres Nomor 39 Tahun 2015 yang berarti para pejabat negara yakni Anggota DPR, DPD, Hakim Agung, Hakim Konstitusi, Anggota BPK dan Hakim Yudisial mendapat tunjangan Down Payment (Uang Muka) pembelian kendaraan pribadi. Dalam Perpres itu disebutkan setiap pejabat negara akan diberi uang muka pembelian kendaraan pribadi sebesar Rp 210.890.000. Sementara pihak DPR awalnya mengajukan usul Rp 250 juta.

Apabila dihitung maka negara harus mengeluarkan dana Rp 157 M yang diperuntukkan bagi 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 39 Hakim Agung, 9 Hakim Konstitusi, 7 anggota BPK dan 5 Hakim Yudisial. Jumlah keseluruhan yang akan menerima yaitu 752 orang. Meski sudah dibatalkan, masih banyak pihak yang mengkritik Presiden tidak peka terhadap krisis. Padahal secara teknis tidak mungkin presiden meneliti semua berkas yang akan ditandatanginya.

Dalam tumpukan berkas yang akan ditandatangani sebenarnya sudah ada paraf dari staf presiden yang memang menguasai berkas yang diajukan. Setidaknya kajian hukum, anggaran serta masalah yang berkaitan dengan kebijakan langsung sudah dibubuhi paraf. Pertanyaannya kenapa masalah sepelik Perpres 39/2015 lolos? Ya karena ini bukan hal baru melainkan kebijakan yang rutin. Benarkah demikian?

Perpres Sudah Ada Sejak 1986

Bila kita telusuri, kebijakan ini sudah ada sejak jaman Orde Baru-nya Soeharto dan waktu itu berbentuk Keputusan Presiden. Soeharto mengeluarkan 4 kali Kepres sejak 1986 hingga 1998. Hanya bedanya, jaman Soeharto modelnya beragam. Pertama kali dikeluarkan (1986) tidak disebutkan nominal dan penerima mendapat kemudahan kredit serta keringanan harga.

[caption id="attachment_359754" align="aligncenter" width="420" caption="Diolah dari berbagai Kepres dan Perpres"][/caption]

Tahun 1993 dan 1994, Keppres ditujukan bagi Hakim Agung dan anggota BPK berbentuk subsidi sebesar Rp 30juta. Tahun 1998, bantuan kredit pembelian kendaraan diperuntukkan bagi anggota DPR dengan nominal Rp 75juta yang harus dikembalikan dalam 55 bulan.

Saat BJ Habibie memerintah, sempat mengeluarkan Keppres namun ditujukan hanya untuk Hakim MA dengan nominal bantuan Rp 75 juta yang harus dikembalikan dalam 15 bulan. Sementara saat KH Abdurrahman Wahid menjabat, penerima mendapat fasilitas kredit namun bunga bank ditanggung pemerintah senilai Rp 70 juta. Demikian pula sewaktu Megawati maupun SBY periode pertama menjabat. Yang membedakan ketiganya hanya pada siapa penerima serta bentuk kebijakan berupa Peraturan Presiden (jaman SBY).

Tahun 2010, periode kedua SBY terpilih dan mengeluarkan kebijakan berbeda yaitu diberikannya uang muka (bukan lagi subsidi, fasilitas kredit atau bunga dibayar pemerintah) pembelian kendaraan perorangan. Jumlahnya pun meningkat tajam dari Rp 70 juta menjadi Rp 116 juta lebih. Belum lama, perubahan atas Perpres diajukan oleh Setkab setelah menerima surat dari pimpinan DPR. Nominalnya pun tak tanggung-tanggung Rp 250 juta.

Beruntung terjadi gejolak sehingga Presiden Jokowi langsung bereaksi cepat membatalkan Perpres yang sudah dia teken. Dan kini, fasilitas yang sudah rutin mereka terima lebih dari 25 tahun bakalan tak bisa dinikmati lagi. Inilah moment tepat untuk menunjukkan pada presiden, sebenarnya mana yang harus dibatalkan dan mana kebijakan yang harus terus dijalankan. Kira-kira apalagi kebijakan yang harus segera dibatalkan yah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun