Mohon tunggu...
Nuskan Syarif
Nuskan Syarif Mohon Tunggu... wiraswasta -

Nuskan syarif, seorang yang selalu melakukan kegiatan dialam dengan melakukan berbagai perjalan menyusuri hutan dan sungai, dilahirkan di palembang tanggal 06 April 1981, besar dari keluarga yang amat sederhana. saat ini berdomisili di Riau mengikuti garis keturunan ibu. saat ini disibukan dengan menjelajah hutan alam yang semakin menyempit dan mengamati tingkah laku satwa yang endemik yang cuma ada di Sumatra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jiwaku Kupu-Kupu Rimba

12 Juli 2010   08:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:55 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

perjalan satu malam ke pingiran hutan sisa membuat aku seperti berjalan dalam tidur, motor menderu yang disetir oleh sepupuku dan aku duduk diam dibelakang menikmati kerlap kerlip kunang kunang yang terbang memburu kami. hari menunjukan pukul 24.15 wib, deru motor terus memecah kesunyian jalan tanah di pinggiran hutan sisa. beberapa jalan dicoba untuk menuju hutan kami lakukan namun kami tidak bisa menemukan sudut yang pas untuk melihat mentari pagi yang bersinar nanti pagi, dan sudut yang pas untuk menikmati nyanyian penghuni rimba disaat pagi harinya. akhirnya kami memutuskan mengambil jalan kesebelah kiri yang menuju sisi hutan sisa yang telah dirambah menjadi ladang karet, dan kami terus menuju sisi tebing bukit dan berhenti di sebuah pondok para peladang yang dihuni oleh seorang bapak. salak anjing menyambut kedatangan kami dan kilat cahaya dari lampu senter dari sang bapak dan berujar siapa itu....? kami menjawab ini saya pak, maaf kalo udah mengganggu tidur bapak. sang bapak berujar kembali ..mau kemana kalian..? ini kami mau nginep disisi bukit ini untuk melihat mentari pagi esok hari sang bapak berteriak lagi... disini saja kepondok ini...silahkan lalu kami berdua berpandangan dan berujar, apakah kita naik atau terus menuju pinggiran bukit ini dek...? sepupuku berujar terserah bang... dan aku memutuskan untuk naik terlebih dahulu kepondok sang bapak. dan perbincangan dimulai, berbagai pertanyaan dilontarkan sang bapak dan kami menjawab seadanya. Sang bapak bertanya apa tujuan kalian datang kesini dan aku menjelaskan bahwa kami kesini bukan untuk apa-apa melainkan hanya nginap satu malan untuk mengambil foto matahari pagi nanti, dan pertanyaan lain terus bergulir hingga sang bapak menawari kami untuk minum kopi dan menggoreng ubi. Namun kami menjawab kami juga bawa kompor dan kopi pak, lalu kami mengelurakan peralatan dan memulai masak air dan membuat kopi hangat. cerita demi cerita terus bergulir hingga waktu menunjukan pukul 03.00 wib dan akhirnya sang bapak membuat kopi hitam pekat dan merebus singkong dan kami masih diajaknya bercerita sambil menunggu rebusan singkong mateng. sang bapak masih tidak percaya bahwa kami hanya datang dan bermalam untuk mengejar mentari pagi, beliau terus bertanya dan bertanya namun kami selalu menjawab dengan jawaban yang sama, namun akhirnya sang bapak mengalah juga dan menanyakan kami berasal dari mana, dan aku menjawab bahwa kami berasal dari kampung dibawah dan adek saya berasal dari pekanbaru, lalu aku mencoba bertanya kepada sang bapak dia berasal dari mana dan beliau menjawab berasal dari Palembang. klop sudah daerah asal itu membuat kami nyaman dan banyak bercerita panjang lebar lamun sesekali masih menanyakan tujuan sebenarnya kedatangan kami kesini. hari telah menunjukan pukul 04.15 wib aku mulai terserang kantuk, namun kopi hitam pekat masih tersaji dan mataku tidak bisa lagi ditahan walau minum kopi mataku tetap saja berat dan akhirnya aku rebah di lantai kayu depan pondok si bapak, melihat aku mulai rebah sang bapak menyuruh untuk masuk kedalam namun kami serentak menjawab disini saja pak soalnya biar bisa melihat bintang dan kabut yang mulai turun. akhirnya aku ter tidur dan sepupuku masih berbincang-bincang dengan sang bapak hingga tidak terdengar lagi cerita dari mereka, aku tersadar dan melihat kesekeliling mereka ternyata sudah tidur. Suara Burung hantu dan salak anjing yang menyalak babi yang memakan ubi disekekliling pondok. Mataku kupandangkan kesegenap penjuru, remang-remang julang pohon masih terlihat. Disini ditempat ini dulu masih berdiri rimbun pepohonan, banyak satwa yang bernaung disini dabnyak kupu-kupu yang beterbangan dimalam hari maupun pagi hari. jiwaku kembali tersedot kedalam ingatan ketika hutan ini masih berdiri gagah. Disini aku melakukan pengamatan ungko yang selalu setia menemaniku setiap hari, di hutan ini dulu aku menyatu dengan alam, di rimba ini jiwaku ditempah menjadi peduli dan peka terhadap yang ada. saat ini aku hanya mendapati sedikit julang pohon yang terlihat remang-remang di subuh ini, dan jiwaku masih tertarik oleh kenangan akan tempat ini. sangat pedih mengingat waktu itu, sangat miris jika dibandingkan saat ini, semua sepi tiada tanda-tanda keberadaan mereka, berbeda dibandingkan tiga tahun yang lalu dimana rimba masih menjulang. saat itu pada jam seperti ini, cicit burung malam terdengar merdu, desir angin yang menyentuh dedaunan terdengan indah hingga pagi menjelang dan mentari mulai beranjak keatas mega merah, kupu-kupu beraneka warna berterbangan dan menghampiri ku, bersenda gurau, berkejaran satu dengan yang lainnya. disaat itu jiwaku merasa ikut terbang bersama mereka menikmati hutan alam yang sejuk dan berembun pekat, menghampiri gemuruh air dan meminumnya dengan lahap, lalu terbang keatas bunga hutan yang mekar indah, menari bersama. tapi saat ini semua hilang, semua lenyap hingga mentari merah menyeruak dari balik mega, aku tetap tidak menemukan kupu-kupu yang beraneka warna seperti dulu dan teriakan ungko yang jauh seakan menangis sedih. aku dan sepupuku berdiri di pinggir bukit ini mencoba bersuara memanggil yang ada, mereka membalas dari kejauhan dan berusaha mendekat namun jangkauan mereka terhenti di balik bukit yang hijau dengan tumbuhan karet dan mereka hanya bisa bersuara, melolong dan membawa aku kembali dalam kenangan yang sulit untuk aku lupakan.. jiwaku kupu-kupu rimba... yang selalu setia terbang kesetiap penjuru rimba walau rimba sudah habis, namun jiwa dan perasaan ini sulit untuk didustai, sulit untuk melupakan dan sulit untuk tidak menjawab panggilan alam yang selalu terdengar....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun