"Tiap tetes hujan membawa kenangan, tiap pelangi membawa harapan. Dalam setiap badai, selalu ada sinar kebahagiaan yang menunggu."
Di sebuah desa kecil yang penuh kehangatan, hiduplah seorang gadis bernama Aira. Dia dikenal dengan senyum manisnya yang selalu menyapa setiap orang di desanya. Namun, di balik senyum itu, Aira menyimpan rasa kesepian yang mendalam sejak kepergian ibunya. Ibunya adalah seseorang yang sangat berarti bagi Aira. Mereka berdua memiliki ikatan yang begitu kuat, seperti dua helai daun yang tumbuh dari satu ranting.
Setiap sore, Aira duduk di tepi sungai kecil di desa itu. Sungai itu adalah tempat favoritnya karena di sanalah dia dan ibunya sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang impian-impian mereka. Suara gemericik air sungai dan hembusan angin sepoi-sepoi selalu membuatnya merasa tenang. Ia sering kali membayangkan ibunya duduk di sampingnya, tersenyum dan tertawa bersamanya.
Suatu hari, saat hujan turun dengan deras, Aira tetap duduk di sana, membiarkan air hujan membasahi dirinya. Langit yang kelabu seolah mencerminkan perasaannya yang sedang muram. Tapi bagi Aira, hujan bukan hanya tetes-tetes air dari langit, melainkan juga membawa kenangan tentang ibunya. Dia ingat, bagaimana ibunya selalu berkata bahwa hujan adalah cara alam membersihkan dirinya dan membawa kehidupan baru.
Tiba-tiba, di tengah hujan itu, muncul seorang pria tua dengan mantel tebal. Pria itu duduk di sebelah Aira tanpa berkata sepatah kata pun. Mereka hanya duduk bersama, mendengarkan suara hujan. Setelah beberapa saat, pria tua itu berbicara, "Kenapa kamu menangis, nak?"
Aira terkejut. Dia tidak menyadari bahwa air mata mengalir di pipinya. "Aku merindukan ibuku," jawab Aira dengan suara pelan.
Pria tua itu tersenyum lembut. "Hujan memang sering kali membawa kenangan, tapi juga membawa harapan. Lihatlah di sana," katanya sambil menunjuk ke arah langit.
Aira mengikuti arah tangan pria itu dan melihat pelangi yang indah membentang di langit. "Pelangi muncul setelah hujan," lanjut pria tua itu. "Seperti hidup, setelah kesedihan dan air mata, akan ada kebahagiaan dan harapan baru."
Sejak hari itu, Aira mulai melihat hidup dengan cara yang berbeda. Dia percaya bahwa setiap hujan yang turun membawa harapan baru. Dia tidak lagi hanya meratapi kepergian ibunya, tetapi juga mengenang saat-saat indah yang mereka habiskan bersama. Aira mulai menyadari bahwa kenangan itu tidak akan pernah hilang, dan akan selalu menjadi bagian dari dirinya.