Selain itu, akses terhadap pelayanan kesehatan juga menjadi masalah besar. Ketika ayah Arif jatuh sakit dan membutuhkan perawatan, mereka harus menunggu berjam-jam di puskesmas yang penuh sesak dengan pasien lain. Dokter dan perawat kewalahan, dan seringkali mereka tidak memiliki cukup obat atau alat medis.Â
Sebaliknya, orang-orang kaya bisa mendapatkan perawatan dengan cepat dan mudah di rumah sakit swasta yang dilengkapi dengan segala fasilitas modern.
Setiap kali ada masalah di lingkungannya, seperti pemadaman listrik yang sering terjadi atau banjir yang melanda saat hujan deras, Arif merasa bahwa pemerintah tidak peduli dengan nasib mereka. Bantuan selalu datang terlambat, jika datang sama sekali. Hal ini semakin menambah rasa ketidakpuasan dan kekecewaannya terhadap sistem yang ada.
Arif tidak sendiri dalam perasaannya. Banyak orang di lingkungannya merasakan hal yang sama, tetapi mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mereka merasa tidak berdaya melawan ketidakadilan yang begitu sistematis dan mendalam. Namun, bagi Arif, ketidakadilan ini menjadi pemicu semangatnya untuk belajar lebih giat dan berharap suatu hari nanti bisa membawa perubahan.
Meski hidup dalam kondisi yang sulit, Arif selalu mencoba melihat sisi positif dan mencari peluang untuk belajar dan berkembang. Ia sering mengikuti kegiatan di pusat komunitas setempat yang diadakan oleh beberapa relawan.Â
Di sana, ia belajar banyak hal, mulai dari keterampilan dasar hingga wawasan tentang hak-hak asasi manusia. Semua itu menambah tekad Arif untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.
Dalam hati kecilnya, Arif berjanji bahwa suatu hari nanti, ia akan melakukan sesuatu untuk mengubah nasib lingkungannya. Ia ingin menjadi suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara, dan berjuang untuk keadilan yang selama ini dirampas dari mereka. Dengan semangat dan tekad yang kuat, Arif memulai perjalanannya, penuh harapan dan impian untuk masa depan yang lebih baik.
Perjuangan untuk Perubahan
Saat Arif semakin dewasa, kepekaannya terhadap ketidakadilan sosial di lingkungannya pun semakin tajam. Dalam perjalanan hidupnya, ia bertemu dengan berbagai tokoh yang memiliki cerita dan perjuangan serupa.Â
Salah satunya adalah Lina, teman sekelasnya yang harus bekerja sambilan sebagai pelayan warung untuk membantu biaya sekolah dan kebutuhan keluarganya. Lina sering bercerita kepada Arif tentang betapa sulitnya membagi waktu antara belajar dan bekerja, serta harapannya untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Arif juga bertemu dengan Budi, yang bekerja sebagai pemulung setelah pulang sekolah. Budi memiliki impian besar untuk menjadi seorang insinyur, namun keterbatasan ekonomi seringkali menjadi penghalang bagi cita-citanya. Melihat semangat dan tekad Budi, Arif merasa terinspirasi dan semakin yakin bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk membawa perubahan.