Mohon tunggu...
Arsenio Wicaksono
Arsenio Wicaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Lahir di Semarang pada tanggal 25 Maret 1998. Pria bertubuh setinggi Sutan Syahrir ini mengambil fokus studi Akuntansi di Universitas Diponegoro. Memiliki ketertarikan pada dunia ekonomi, sains, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jalan Terjal Menyambut Hari Kebangkitan Nasional

20 Mei 2017   12:33 Diperbarui: 20 Mei 2017   12:54 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara ingin menunjukkan potensi kekreatifan atau memang ingin mencari popularitas dengan menggunakan judul yang kontroversif, hal ini patut digaris bawahi sebagai langkah yang sangat tidak bijak apalagi jika tujuannya untuk menarik massa agar bergabung dengan acara yang diwacanakan sesuai yang tertulis di bawah judul poster. 20 Mei 2017 pukul 15.30 WIB, acara apakah itu? Menghubungkan dengan judul poster, pantaskah acara tersebut dilaksanakan bertepatan dengan hari kebangkitan nasional?

Refleksi Akan Terjalnya Jalan Menuju Hari Peringatan Kebangkitan Nasional

Sekilas menoleh ke belakang, bangsa kita beberapa hari ini memang sedang digoncang dengan beberapa fenomena yang telah disebutkan. Apalagi dengan viralnya perdebatan mengenai vonis gubernur petahana yang diadili setelah ucapannya yang kontroversial di kepulauan Seribu, hal ini memang membuat masyarakat mengalami fragmentasi melalui perbedaan pendapatnya. Mana yang benar? Semuanya mengaku sama-sama benar.

Ada yang menganggap tidak adil akan vonisnya dianggap terlalu enteng, kemudian menyalahkan konstitusi peradilan negara yang subyektif, lanjut dari itu adalah penudingan bahwa pemerintah memiliki andil dalam putusan vonis tersebut. Ada pula yang menganggap bahwa ia seharusnya tak ditahan, kemudian menyerukan untuk kembali menanamkan nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat majemuk di negara kita, tetapi juga menyalahkan kelompok-kelompok yang dirasa berseberangan dengan mereka dan meminta pemerintah untuk memberangusnya.

Yang paling parah di antara semuanya adalah munculnya gerakan-gerakan yang menuding Pancasila tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan, sehingga ingin menggantikannya dengan paham yang mereka anggap sangat mulia dan auto surga. Menjadi suatu koinsiden atau pun memang disengaja, kejadian-kejadian ini sangat bertepatan dengan menjelang hari peringatan kebangkitan nasional. Pertanyaan pun kembali timbul, jika memang hari kebangkitan nasional diidentikan dengan kebangkitan jiwa nasionalisme, apakah sekedar peringatan saja cukup untuk menyambut hari yang mulia ini?

Jika hanya dilakukan sebagai penyambutan akan suatu peringatan, memang terdengar sia-sia. Solusinya? Sudah pasti, menanamkan nilai-nilai Pancasila serta toleransi akan keberagaman menjadi jawabannya. Tetapi menurut saya hal tersebut harus digencarkan penanamannya tidak hanya menjelang hari kebangkitan nasional, namun dalam keseharian hidup sebagai warga negara. Bangkitlah bangsa Indonesiaku!

Hari kebangkitan nasional semakin dekat, asa penyambutannya kian menggelora. Berdiskusi, berdialektika, dan konsolidasi peringatan hari kebangkitan nasional dilakukan seakan-akan menjadi kegiatan tahunan oleh mahasiswa dan masyarakat di seluruh penjuru nusantara. Semuanya dilakukan untuk menjadi wadah refleksi masyarakat akan bangsa kita yang notabene telah bangkit secara nasional diawali dengan terbentuknya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1998. Kemudian hal tersebut menimbulkan pertanyaan, kenapa harus bertepatan dengan hari terbentuknya Boedi Oetomo? Kenapa bukan yang lainnya?

Dengan ide dasarnya, Boedi Oetomo memiliki tekad untuk memajukan bangsa dan menumbuhkan semangat nasionalisme melalui jalur pendidikan sehingga bangsa Indonesia mampu mengurus negara yang merdeka dengan kekuatan sendiri. Gagasan Boedi Oetomo inilah yang selanjutnya menggugah dan mendorong lahirnya berbagai organisasi politik seperti Sarikat Islam, NU, Muhammadiyah, PNI, Parkindo dan sebagainya. Oleh karena itulah, perjuangan Boedi Oetomo dikenang sebagai angkatan 08 atau angkatan perintis yang selanjutnya diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.

Rasa nasionalisme tentunya menjadi faktor vital akan terbentuknya masyarakat yang bangkit dengan bunga cinta terhadap negaranya, Indonesia. Nasionalisme menjadi energi yang dapat membangkitkan suatu bangsa, masyarakat, dan negara agar negara tersebut mengetahui potensi kekuatan nasionalnya untuk dikembangkan menuju cita-cita yang diharapkan yaitu masyarakat yang aman, damai, adil, makmur dan sentosa. Telah lebih dari 100 tahun negara kita memeringati hari kebangkitan nasional, pasang surut rasa nasionalisme nampaknya menjadi hal yang wajar sebagaimana berdirinya suatu bangsa.

Kalimat terakhir yang saya sampaikan tampaknya akan menjadi suatu hal yang rancu bagi beberapa orang, tetapi saya mengajak para pembaca sekalian untuk melihat secara singkat mengenai apa saja hal yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Bagaimana Pancasila sebagai dasar negara dianggap remeh, dan juga bagaimana lambang negara kita yang gagah dilecehkan oleh beberapa pihak yang tak bertanggungjawab akan perbuatannya yang mencederai NKRI.

Pejabat Dituding Sebagai “Pengkhianat” Pancasila

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun