Mohon tunggu...
Nining Iskandar
Nining Iskandar Mohon Tunggu... Penulis - wirausaha

penulis dan konten kreator

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Jati diri atau dilema

23 Desember 2024   14:22 Diperbarui: 23 Desember 2024   14:22 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Saya bukan psikolog atau seorang ibu yang memiliki background seperti itu, tetapi saya adalah seorang ibu dari anak-anak saya yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. 

Saya bukan type ibu yang mematok usia anak mengalami perkembangan ini itu pada usia sekian, tetapi saya mengamati bahwa pada rentang waktu 1-10 tahun sekali, seseorang pasti mengalami gejolak dalam diri untuk sebuah pengakuan.

Bahkan hingga menginjak usia lansia pun, sebagai manusia normal masih memperlihatkan sebuah moment tentang pencarian jati diri.

Pada saat berusia kanak-kanak, kita mencoba mencari jati diri kita dengan mencari mainan yang sesuai dengan diri kita. Pada masa remaja awal pun kita mencari type-type pertemanan untuk menjadi tolok ukur bagi perkembangan kepribadian kita, pada usia dewasa, kita sudah mampu menginjakkan kaki pada pijakan jati diri yang sebenarnya.

Tetapi menurut saya, pencarian jati diri yang sebenarnya adalah pada saat kita berada di usia dewasa. Banyak orang-orang di usia dewasa justru rentan terhadap limbungnya perasaan pada saat mereka dihadapkan pada situasi tertentu di mana situasi tersebut menjadi sebuah alasan untuk kemudian dikondisikan atau (seseorang mengkondisikan) situasi yang sebenarnya bukanlah menjadi sebuah alasan bagi kelimbungan perasaannya.

Memutuskan untuk menjalani sebuah perjalanan dengan mengulik masa lalu dan kemudian menjadikan sebuah cerita baru, menurut saya justru membuat kerentanan dalam memijakkan kepribadian seseorang tersebut.

Mengapa? Karena drama demi drama akan terus diciptakan di dalam pikiran dan hatinya untuk kemudian mencari jalan cerita yang berakhir sesuai dengan pemikirannya, sementara dalam kehidupan yang sebenarnya seseorang mampu untuk terus berjalan tanpa harus risau akan masa lalunya yang membuahkan kisah baru.

Usia memberontak ternyata tidak hanya terdapat pada usia remaja, tetapi pada setiap periode (jika kita mau lebih memperhatikan) perilaku seseorang dengan cermat. Entah teori yang muncul secara tiba-tiba di otak saya ataukah karena memang seperti itulah kenyataannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun