Negara Indonesia, meskipun kebebasan pers sudah cukup terjamin, namun kepemilikan pers masih menjadi suatu masalah yang serius. Media dan pers masih banyak di kuasai oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan politik, sehingga menggunakan media sebagai jalan aksi permainan politiknya. Sudah seharusnya pers dan media bersikap netral dan adil dalam memberitakan sebuah isu, tidak memihak kepada siapapun, dan bertindak membela kepentingan public.
Baru-baru ini kasus pengeroyokan terhadap Ade Armando menjadi trending topik di media sosial. Kasus ini telah menenggelamkan aksi demo mahasiswa pada tanggal 11 April 2022 yang lalu.Â
Para mahasiswa turun untuk mewakili masyarakat, dan menyuarakan aspirasinya terkait tuntutan Jokowi 3 periode atau wacana penundaan pemilu 2024, hingga isu harga sembako yang semakin melunjak ini pun lenyap seketika oleh kasus pengeroyokan yang di alami oleh Ade Armando.
 Padahal aksi demo mahasiswa ini lah yang lebih penting untuk di bahas, karena hal ini menyangkut dengan pemerintah, bukan tentang penganiayaan atau pengeroyokan terhadap Ade Armando.
Jelas sudah isu Ade Armando yang di bahas ini masuk kedalam pengalihan isu. Banyak sekali media yang menerbitkan pemberitaan Ade Armando ini, terlihat dari postingan yang di keluarkan oleh berbagai media sangat menggebu-gebu terkait pengulikan kasus Ade Armando.Â
Ada beberapa hal yang menyebabkab media lebih tertarik untuk mengangkat kasus pengeroyokan terhadap Ade Armando, di bandingkan melirik aksi besar-besaran Mahasiswa pada 11 April kemarin. Penulis akan menulis beberapa alasan tersebuat dalam uraian berikut ini :
Pertama, para media di negara kita ini sudah tertutup atau sudah kebanyakan dibungkam oleh pihak pemerintahan, banyak media dalam hal meliput suatu kasus itu mencari bahan yang menjual, bukan lagi tentang menyuarakan suara rakyat.
Kedua, Kasus Ade Armando sendiri, sudah disiapkan jauh-jauh hari sebagai upaya untuk mengalihkan isu dan perhatian masyarakat Indonesia. Ade Armando dihadirkan ditengah-tengah aksi seolah-olah dia mendukung aksi mahasiswa, padahal dia hanya bahan untuk pengalih perhatian terutama pihak media.Â
Lalu dia menyampaikan pendapatnya melalui wawancara langsung dilapangan ketika aksi, dan anehnya mengapa para reporter memilih dia bukan mahasiswa yang sedang melakukan aksi??