Mohon tunggu...
Ninin Dahlan
Ninin Dahlan Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Home minister, Finance minister, Queen of the house

An ordinary woman, mix married, a housewife, and a Muslimah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Istriku, Pembantuku, atau Budakku

11 Januari 2025   11:03 Diperbarui: 11 Januari 2025   11:03 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tak tahu, gelar apa yang mesti kusematkan pada seorang perempuan yang kini tengah sibuk menyiapkan sarapan dan herbal-herbal yang aku konsumsi setiap pagi itu. Dia telah berpakaian rapi, siap berangkat bekerja. Selalu begitu, bangun pagi-pagi, berkutat di dapur sambil ditinggal untuk mandi dan beribadah. Selesai beribadah, pasti sudah ada yang matang dan siap disajikan di atas meja. Lalu dia akan berpakaian dan berdandan untuk kemudian menyelesaikan kewajibannya di dapur untukku. Selesai semuanya terhidang di atas meja, dia akan berpamitan padaku dan mencium tanganku.

Ya, wanita cantik itu, tujuh tahun lebih muda dariku. Sudah dua tahun ini dia menemani hidupku. Aku memintanya dari keluarganya, dari sebuah kota kecil, di negara tetangga, dan membawanya ke rumahku ini. Aku memintanya ini-itu, aku menyuruhnya melakukan ini-itu, aku menuntutnya bisa, tahu, dan mengerti segala sesuatu. Dan dia, selalu tunduk patuh padaku. Apapun diselesaikan. Apapun dia tahu. Meskipun tidak tahu seratus persen, tapi setidaknya pengetahuannya melebihi pengetahuanku, termasuk di negaraku ini.

Wanita itu, kini pun bekerja. Gajinya hanya setara dua puluh lima juta di kampungnya, tidak seberapa, tapi dia masih bisa melepaskan gajinya itu untukku dan keluargaku. Entah, lelaki macam apa aku ini. Suami macam apa pula aku ini. Tanggung jawab rumah tangga dan tiang keluarga, semua dilakukannya, dan dia tidak pernah mengomel seperti perempuan-perempuan di negaraku ini bila diperlakukan seperti itu. 

"Semua sudah siap di atas meja, aku berangkat ya," katanya memecah lamunanku. 

"Assalamu'alaikum." Ucapnya cepat sambil mencium tanganku.

Tapi, terkadang aku merasa takut juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun