Mohon tunggu...
Noer Fadlilah Wening
Noer Fadlilah Wening Mohon Tunggu... Wiraswasta - https://ninin-dahlan-marchant.blogspot.com/

An ordinary wife who try to learn everything as much as possible.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cintaku Dibawa Rembulan (Part 2 - Tamat)

16 Juni 2017   09:22 Diperbarui: 16 Juni 2017   09:49 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apakah Chan baru pertama kali merasa jatuh cinta? Apakah Chan mengikuti pengajian dengan aktif dan tertib? Apakah Chan lulusan Sarjana, D3 atau SMA? Apakah keluarganya juga orang yang mengikuti pengajian? Apakah Chan lelaki pendiam dan kurang banyak teman? Apakah Chan tipe pekerja untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya?

Pertanyaan yang bertubi-tubi. Aku menarik napas, memberi ruang pada hatiku untuk menjawabnya. Tidak, kataku mulai menjawab satu per satu pertanyaan yang dilontarkan Ustad Salman. Chan pernah bilang bahwa gadis yang dicintainya menikah dengan lelaki lain. Chan adalah care giver bagi siswa-siswa di sebuah boarding house yang mengharuskannya mengaji dan memastikan siswa-siswa itu mengaji dan mendapatkan pendidikan agama Islam dengan baik. Chan kuliah dan sedang menyelesaikan tugas akhirnya. Keluarga Chan orang mengaji dan mempelajari ilmu agama. Teman Chan di facebook jauh lebih banyak dari teman-temanku, berkali-kali lipat. Dan pertanyaan yang terakhir, aku tidak bisa menjawab, sebab aku belum tahu sampai ke sana, aku baru mengenal Chan.

Ustad Salman kembali menghela napas, dan aku mulai gelisah menantikan ucapannya.

Naila, ini penting sebagai bahan pertimbangan. Chan mendapatkan luka di hatinya kerana perempuan yang disukainya menikah dengan lelaki lain. Bisa jadi, Naila hanya sebagai tempat pelarian sesaat.

Boom! Jantungku berdetak sangat keras, seperti ada yang meronta ingin keluar dari dalam dadaku. Aku marah. Aku tersakiti. Aku merasa ditipu. Aku ingin menangis. Aku ingin mengumpat. Aku ingin memukul Chan dengan keras. Mengapa Chan sampai hati melakukan ini padaku? Apa salahku padanya? Apa yang sudah aku lakukan pada Chan, hingga Chan melukaiku sehebat ini? Sejenak kemudian, akalku berontak. Ayolah, Naila, apa yang kamu bicarakan?! Seiring dengan akalku yang bercakap, Ustad Salman mengeluarkan kata-katanya lagi.

Sebaiknya tidak perlu dilanjutkan hubungan tersebut, Naila, begitu suara Ustad Salman yang terdengar menyayat di telingaku. Lalu Ustad Salman menambahkan, bahwa membiarkan Chan menjadi adik yang baik dan membimbingnya meraih masa depannya, akan lebih baik bagi diriku dan diri Chan. Aku harus bersikap jelas dan tegas pada Chan, memberinya nasehat selaku adik jika memang diperlukan. Sebab jika diteruskan, Ustad Salman memprediksi hubunganku dengan Chan tidak akan bertahan lama, paling akan terlihat romantis selama 5 tahunan ke depan, selebihnya, banyak kisah yang bisa aku jadikan pelajaran. Menurut Ustad Salman, lelaki itu kurang lebih sama dalam menyukai perempuan, yakni memilih yang muda. Jika sudah merasa tidak cocok, maka akan dipinggirkan dan mencari perempuan lain yang lebih muda. Bagi lelaki, seks selalu menjadi prioritas, apalagi yang masih muda.

Hatiku serasa diiris-iris. Aku benar-benar tidak sanggup lagi mendengarkan kata-kata Ustad Salman selanjutnya. Cukup. Sudah cukup. Aku tidak perlu tersakiti oleh rasa ini. OK aku menyukai Chan. OK mungkin aku mulai jatuh cinta padanya. Tapi aku tidak tahu, aku tidak tahu jika Chan masih sangat muda. Dan aku bisa menutup kisah ini sampai di sini. Aku tidak perlu disakiti lagi, oleh kata-kata yang mungkin aku tidak siap untuk mendengarnya. Untuk apa? Toh aku tidak akan mati jika tidak menikah dengan Chan. Tuhan menciptakan lelaki banyak sekali, dan Tuhan sudah menciptakan jodoh untukku, jadi aku tidak perlu khawatir, aku tidak perlu disakiti oleh sesuatu yang memang bukan hakku.

Aku menangis dalam diam. Air mataku tidak mengalir, tapi aku benar-benar terpuruk. Aku tergugu dan menenggelamkan wajahku lebih dalam lagi, tapi aku masih mendengar suara Ustad Salman.

Sebaiknya Naila menikah dengan lelaki yang seumuran dengan Naila, yang benar-benar cintanya untuk menghamba padaNya, bukan sekedar urusan seks yang selamanya di dunia ini tidak akan pernah bisa memuaskan, selamanya, tegas Ustad Salman dengan suara yang lebih menekan. Terlalu banyak contoh di sekitar kita, jika menikah beda usia. Kedewasaan, berbeda tujuan, akan berujung saling menyakiti. Masih ada orang yang telah dewasa cara berfikirnya dan shalih, mencari pendamping hidup untuk bersama-sama meniti hidup menuju ridhaNya. Begitu ucapan Ustad Salman yang aku dengarkan masuk ke dalam telingaku, meski aku masih setia menunduk. Ustad Salman berdoa untukku agar segera mendapatkan jodoh, benar-benar jodoh yang terbaik, sebagai hadiah dari Allah. Ustad Salman juga mengatakan kepadaku untuk berikhtiar, berdoa yang tiada putus asa.

Aku masih menunduk. Aku terus menunduk ketika Ustad Salman berucap maaf, dan mengatakan bahwa bukan maksudnya untuk memutus hubunganku dengan Chan, namun jika tidak jadi dengan Chan, akan lebih baik untuk semua kedepannya. Biarkan Chan menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa, jangkauannya masih luas. Biarkan nanti Chan mempunyai pendamping yang lain, ucap Ustad Salman rendah, berusaha memberiku semangat dan tidak ingin melukaiku, tapi bagiku, luka itu sudah menganga dari detik pertama aku memutuskan untuk meminta nasehatnya.

* * *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun