Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 170 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita di Bibir Telaga

14 Desember 2024   11:23 Diperbarui: 14 Desember 2024   17:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini Swastamita meremaja beranjak dewasa. Ia tak pernah mengenal cinta. Tak juga keluar dari singgasana. Hanya berteman sepi di tepian telaga. Seorang mantan baby sitter setia menemani hari-harinya. Karena iba, tentu saja.

Ya, si cantik Swastamita penyandang tunarungu yang tak terobatkan karena kakek nenek buyut keburu pulang ke rumah baka. Hanya swastamita yang disukai Mita. Itu karena dunianya sepi tiada bersuara. Sesepi hati dan hidupnya. 

Ia tersenyum, tertawa, dan menatap nanar ujung seberang telaga. Barangkali di sana ada lubang raksasa yang bisa menelan dan mengantarnya berjumpa orang-orang tercinta.

Tanpa suara, sang baby sitter -- satu-satunya orang yang tersisa-- menggandeng lengan Mita dengan lembut dan mesra.

"Kita pulang, ya, Sayang. Senja hampir berakhir, matahari telah turun ke peraduannya!" 

Dituntunnya si cantik dengan langkah tertatih, sebab ia pun cukup renta. Mereka: dua wanita sebatang kara dalam bayang senja. Berdua dengan si pengasuh renta nan setia. Tak ada purnama, tanpa suara. Gelap pun menjelang tanpa cahaya. Cuma kelap-kelip pelita tanpa daya, apalagi gaya. 

Malang, 14 Desember 2024

 
Mencoba berkreasi dengan rima di akhir kata (setiap kalimat harusnya). Prosa tetapi mengandung rima sebagaimana puisi. Zaman sekolah dulu disebutnya prosa liris. So, bagaimana? Ternyata tidak mudah juga. Hebat loh sastrawan yang menuliskan Sabai nan Aluih ... siapa, ya ... aku lupa. Apa Tulis Sutan Sati, ya ...

Di rumah ayahku nan gadang, berceruk-ceruk gelap itu, beranjung ke sana, beranjung kemari, besarlah aku seorang diri ... lanjutannya? Lupa ... haha ... wong enam dasawarsa silam, sih 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun