"Ya, ... tapi maunya kan kita cuma senang-senang saja! Enggak kaya gini juga!"
"Kan aku sudah bilang kalau ...."
"Sudahlah! Gugurkan saja, habis perkara!"
"Apa? Bukankah ini darah dagingmu? Ia hadir di rahimku atas kemauan kita, bukan kemauan dia. Dia tidak bersalah, tidak berdosa. Kitalah yang harus bertanggung jawab, bukan malah membunuhnya!"
"Terserah! Aku enggak mau tahu! Itu urusanmu!" Reihan keluar sambil membanting pintu kamar mereka.
***
Sejak hari itu, Reihan benar-benar tidak pernah kembali ke apartemen mereka, apalagi ke dalam hatinya. Reihan benar-benar raib entah ke mana! Tak seorang pun tahu di mana Reihan berada. Hingga Lupita bagai orang gila semata. Dicarinya kekasih ke mana-mana, tetapi tak juga dapat dijumpainya.
Maka, dengan membawa aib, Lupita kembali ke rumah orang tua setelah menjual apartemen di pusat kota. Tempat tinggal itu telah dicicilnya dengan gaji pendapatannya sebagai seorang karyawati bank ternama di ibu kota.
Sebelum ketahuan perut membuncit, Lupita segera mengajukan resign dari kantor yang sudah mempekerjakannya hampir empat tahun belakangan.  Meskipun banyak sahabat, bahkan atasan  menghalangi niatnya mengingat karier cemerlang yang telah diraihnya, Lupita tidak bisa menahan asa. Mau tak mau ia harus segera keluar dari kantor dan pergi sejauh-jauhnya. Paling tidak untuk sementara pulang ke rumah orang tua.
Sesampai di rumah orang tua, bukannya diterima, Lupita seolah disingkirkannya. Bukannya diterima dengan tangan terbuka sebagai gadis yang telah ternoda. Ia malah diminta mengungsi sejauh-jauhnya, disarankan ke rumah kakek nenek di desa. Katanya karena telah mencemarkan nama besar keluarga, mempermalukan saja. Jadi, layak kalau dibuang adanya.
Lupita tahu diri juga. Ia merengek dan merajuk kepada Allahnya agar diberi kekuatan baja. Â Dosa dan kesalahan biar dipikulnya tanpa melibatkan janin di rahimnya. Itu permohonannya.