"De, anakmu kuwi hamil di luar kandungan, loh! Dudu operasi usus buntu! Makanya segera resmikan hubungan dengan pacarnya!" bisikku padanya setelah kuseret menjauhi area, menghindar dari beberapa keluarga yang sedang besuk di rumah.
Aku sengaja menekankan dan menegaskan bahwa putri satu-satunya itu pasca mengalami operasi karena kondisi hamil di luar kandungan. Bukan karena sakit usus buntu. Namun, ternyata orang tua tunggal tersebut salah paham dan meradang. Bisik-bisikku dengan suara kecil dan perlahan-lahan malah dijawab dengan lantang.
Ibu single mother tersebut bernama Jamilah. Ia  sepupu suami yang pernah ikut kami sebagai asisten rumah tangga. Bahkan, pada akhirnya, puluhan tahun terakhir tetap setia mendampingi kami. Ia kusapa dengan panggilan De, singkatan dari Bude. Maksudnya membiasakan anak-anak agar memanggilnya demikian juga.
"Kata siapa? Dia operasi usus buntu!" teriaknya  membahana.
Spontan aku terdiam. Pikirku, dia sengaja menjawab lantang agar kebohongannya teralihkan. Atau mungkin saja si pasien yang berbohong sehingga sang ibu tunggal lebih mempercayai putrinya daripada omonganku barusan.
"Hmm .... Sampeyan enggak tahu kalau aku kenal bidan kepala ruangannya, kan?" aku masih tetap berbisik agar tidak terdengar tetamu lain.
"Sampeyan kalau enggak senang dengan kami, silakan! Tapi jangan memfitnah!" bentaknya berang.
"Ya, sudah! Aku tidak akan ikut-ikutan lagi. Apa pun keadaan anakmu, aku enggak mau tahu lagi. Stop ikut kami. Silakan hidup sendiri-sendiri!" ancamku tegas.
Saudara sepupu suami yang telah beberapa tahun ikut kami itu masih lanjut merepet dan menggerutu. Ia tetap bersikeras mengatakan dan menganggap bahwa putrinya operasi apendiks. Mau tidak mau, beberapa kerabat melerai kami berdua. Mereka mengira kami bertengkar. Padahal, posisiku memberi informasi, kalau-kalau si ibu tidak mengetahui kondisi putrinya secara faktual. Â
Mereka, para tetangga, juga mau saja dibohongi! Sementara, fakta yang terpegang di tanganku justru dianggap fitnah! Padahal, kemarin aku mencari tahu ke rumah sakit, menemui bidan kepala ruangan. Kebetulan, bidan tersebut adalah istri teman guru di tempatku berdinas. Teman bidan tersebut berterus terang bahwa Tiwi memang dalam kondisi hamil. Akan tetapi, janin tidak bersemayam di rahim sehingga harus dioperasi.