Gegas Bu Ida mendatangi bangku Jaelani yang tepat berada di bagian deret kanan depan itu. Ketika Bu Ida melihat-lihat hasil pekerjaan rumah, tetiba Jaelani berteriak sambil memegang punggung tangan Bu Ida.
"Kena! Aku menang!" teriaknya membahana.
Sontak Bu Ida sangat kaget dan mundur selangkah sambil menarik paksa tangan kanan beliau. Seisi kelas pun gaduh. Tertawa sambil bersorak-sorak bangga.
"Hidup Jaelani! Hidup Jaelani!" teriak seisi kelas hingga kelas lain pun mendengar teriakan mereka.
Raut wajah Bu Ida tampak tersipu dan mendadak sontak memerah bak cumi-cumi rebus!
Jaelani secepat kilat segera bersimpuh di bawah kaki Bu Ida yang berdiri di depan kelas. Jaelani meringkuk di kakinya sambil memohon ampun.
"Maaf, Bu! Saya sangat butuh hadiah itu karena ...."
Bu Ida tersentuh oleh permohonan ampun Jaelani. Beliau gegas memberdirikannya sambil mengangguk.
"Sudah ... sudah. Ini ada apa sebenarnya? Kamu ada apa?" tanyanya menyelidik.
"Saya ingin ngijing ... memperbaiki nisan pusara kedua orang tua saya dengan uang lomba ini," jawab Jaelani  berkaca-kaca.
"Maafkan saya, Bu!" pintanya mengiba.