Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bambu yang Enak Dimakan

23 Oktober 2024   19:34 Diperbarui: 23 Oktober 2024   19:38 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bambu yang Enak Dimakan
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Pagi itu tetiba gawaiku berdering. Nomor tak kukenal masuk membuatku galau, antara kuterima atau kubiarkan tanpa kuangkat. Sebentar kemudian sebuah pesan singkat masuk memberitahukan identitas, memperoleh informasi nomorku dari siapa, dan dengan tujuan apa melakukan pemanggilan. Masih belum kurespons karena trauma penipuan dan belum yakin dengan pesan yang disampaikan. Penelepon berinisiatif merekam foto dan pesan lewat video pendek. Barulah kuyakini. Sambil  tersenyum manis, puzzle memoriku pun berputar ke masa silam.

Saat aku masih berusia sepuluh tahun, sepupu jauhku itu masih berusia empat tahun. Kondisi desa dipenuhi sawah dan ladang ditanami tebu. Lumayan  dekat  pabrik gula,  bahkan di depan rumah pun terdapat rel kereta tebu. Jika musim panen, bisa dipastikan memiliki stok beberapa batang tebu. Si sepupu imut yang datang dari Jakarta bersama keluarga keheranan melihatku mengupas tebu. Dia pun berteriak-teriak kepada mamanya, "Mama ... minta bambu yang enak dimakan!" sambil menunjukku yang sedang mengupas sebatang tebu. Ahahaha ... dasar  balita  ibu kota, tebu dikatakan bambu yang enak dimakan! Spontan kami tertawa mendengar teriak tantrumnya. Kalimat itu kujadikan contoh materi sintaksis baik di sekolah maupun kampus.

Setelah empat dasawarsa terpisah, kami bisa bertemu kembali. Memasuki parkiran hotel tempatnya menginap, kukirim pesan. Berlarian dari seberang, kulihat lagi sosoknya. Usia sudah sama-sama senja! Terbahak-bahaklah ketika kuingatkan kalimat yang pernah disampaikan saat usia balita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun