Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Usai

20 Oktober 2024   16:54 Diperbarui: 20 Oktober 2024   17:19 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Usai  
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Diintipnya dana di dompet  tinggal sedikit. Untuk belanja  masih kurang. Namun, sebagai pemulung ia berupaya sekuat tenaga  tidak meminta-minta kepada siapa pun. Berupaya dan berpikir bagaimana  membuat cukup setidaknya untuk keperluan harian. Terutama sebagai pembeli susu formula bagi bayinya harus disisihkan. Ia  tahu itu kebutuhan prioritas utama. Bahan pangan biasa diganti  murah meriah. Beras diganti singkong, dicarinya sayur rempesan gratis di pasar induk,  juga telur retak atau kondisi apkir harga terjangkau. Terpaksa begitu! Janda, bukan! Bersuami, tidak!  Satu balita harus ditanggung. Beberapa lama tak mengunjungi sang suami sebab kondisi keuangan.

Suami sedang berada di dalam.  Menjadi orang suruhan membuatnya masuk sel karena sang bos pebisnis barang haram.  Beruntung masa tahanan tinggal beberapa saat. Saat keluar dari bui, tentu suami tanpa sepeser pun uang di tangan. Berpikir keras bagaimana agar bisa beroleh uang secara instan. Menjadi tukang parkir? Oh, tidak mudah karena hampir semua lahan parkir dikuasai para preman. Mengemis? Masih punya malu.  

Duduk termenung di bangku pos persimpangan kereta api  dekat Lavallete, pikirannya menerawang. Dari Lembaga Pemasyarakatan terpaksa  berjalan kaki tanpa biaya transportasi. Teringat si kecil.  Mungkin  sudah besar sekarang. Bagaimana menghidupi keluarga? Murung, pusing, tanpa sepeser pun. Didengarnya alarm pertanda kereta lewat, penutup lintasan turun. Kereta hendak melintas, tetapi berlarilah ia menyeberang. Ia ingin melupakan keluarga dan segudang dukanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun