Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang

18 Oktober 2024   13:54 Diperbarui: 18 Oktober 2024   15:08 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pulang
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Ia mengintip isi dompetnya yang hanya tinggal sedikit. Uang itu jelas tak cukup untuk belanja keperluan sehari-hari. Sebagai pemulung, ia berusaha keras untuk tidak meminta-minta. Bayinya membutuhkan susu formula, kebutuhan yang tak bisa diabaikan. Dengan sisa uang yang ada, ia mengganti bahan pangan pokok dengan yang lebih murah. Beras diganti dengan singkong  dan ia mencari sayuran rempesan di pasar induk, serta telur-telur apkir yang masih bisa dibeli murah. Terpaksa begitu, karena ia tidak sepenuhnya janda, tapi juga bukan sepenuhnya bersuami. Suaminya masih ada, tetapi tak hadir untuknya dan anaknya. Sudah lama ia tidak mengunjungi suaminya di dalam penjara.

Suaminya mendekam di sel karena menjadi orang suruhan seorang bos pebisnis barang haram. Kini, masa tahanannya hampir habis, tetapi ia tahu suaminya tak akan pulang membawa uang sepeser pun. Pikiran suaminya pasti sedang kalut, memikirkan bagaimana mendapatkan uang secara instan. Pekerjaan sebagai tukang parkir hampir mustahil didapatkan karena lahan parkir dikuasai preman. Mengemis? Masih ada harga diri yang tersisa.

Setelah dibebaskan dari bui, beberapa orang melihat suaminya duduk termenung di pos persimpangan kereta api dekat Lavallete. Sebelumnya, lelaki itu berjalan kaki dari Lembaga Pemasyarakatan karena tak punya uang untuk transportasi. Bisa jadi ingatannya terbang pada anaknya yang mungkin sudah besar sekarang. Bagaimana ia akan menafkahi keluarganya? Hatinya kalut, pusing, dan kantongnya kosong. Ketika bunyi alarm penanda kereta lewat terdengar, penutup lintasan mulai turun. Menurut beberapa orang yang melihat kejadian itu suaminya tampak berlari menyeberang. "Maafkan aku, istriku. Maafkan Bapak, Anakku." Serunya, sebelum tubuhnya remuk dilindas roda kereta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun