Petaka Kulasentana
Oleh Ninik Sirtufi Rahayu
Sejak kedua orang tua merantau ke negeri jiran untuk memperbaiki nasib, bahkan hingga wafat di tanah rantau, Nawang ikut budenya. Gadis  lugu, pendiam, dan taat kepada orang tua itu sama sekali tak mampu berkutik melawan nasib. Karena kondisi, dia pun tidak bisa menolak saat orang tua Gaharu  melamar dirinya. Â
Awalnya Nawang yang tidak mengenal Gaharu  sangat takut dan ragu. Akankah  Gaharu  memperlakukannya dengan baik? Mengingat keduanya beda kasta. Nawang hanya gadis desa biasa, sementara Gaharu  adalah pemuda idola gadis sedesa dari keluarga berada.
Sementara hati Nawang mulai terpikat oleh pesona pria biasa yang sering dijumpainya di pasar. Legowo yang biasa disapa Wowo. Ya, pedagang ayam potong dengan penampilan sederhana itu telah merebut hati secara diam-diam. Namun, tentu saja, Nawang tak pernah menyatakan.
"Mengapa Gaharu, Bude?" keluhnya saat sang Bude menyampaikan lamaran itu.
"Orang tuanya telah terpikat oleh penampilan dan kesederhanaanmu!" tutur Bude.
Nawang hanya diam. Ia terpaksa menurut saja karena pikirnya apa yang dipilihkan orang tua adalah terbaik untuknya.
 Pernikahan pasangan Gaharu  dan Nawang digelar dengan pesta cukup meriah. Hari  itu menjadi hari patah hati nasional bagi seluruh gadis yang menginginkan Gaharu  menjadi suami.
"Mengapa harus Nawang, si gadis udik itu? Apa kurangnya aku?" begitulah isi benak mereka yang merasa lebih pantas bersanding dengan Gaharu  si pemuda tampan dan mapan itu.
Pengantin begitu bahagia hingga kehamilan Nawang enam bulan. Gaharu  memperlakukan Nawang dengan sangat baik. Gaharu  merasakan bahwa Nawang yang biasa-biasa saja mampu melayani dengan sepenuh jiwa. Namun, saat kehamilan si istri masuk bulan keenam, Gaharu  memperoleh tugas di luar kota selama tiga bulan hingga tidak bisa menunggui saat Sasmita, si sulung lahir. Dia baru pulang dua minggu sesudahnya.
"Maafkan Ayah, ya Bun ... bila tidak bisa menjadi suami siaga. Bukan maksud Ayah meninggalkan Bunda, melainkan karena tugas negara!" pamitnya kepada si istri.
"Iya, nggak apa-apa. Ayah hati-hati ya, di sana!" pesan Nawang lembut sambil mengecup punggung tangan suami.