The Bizarre Messenger Â
Ninik Sirtufi Rahayu
Fajar pagi mulai merekah. Berlian segera turun dari ranjang sebab hari ini ada agenda penting. Ia harus mengantar Mutiara, putri kecilnya, ke rumah orang tua di  kota lain.
Liburan sudah hampir habis dan ia harus menitipkan kembali putri kecilnya itu. Sejak mengikuti perkuliahan pascasarjana, mau tidak mau Berlian memang harus menitipkan putri semata wayang berusia tiga tahun itu ke tangan pengasuhan orang tuanya.
Sementara sang suami pun sedang mengikuti perkuliahan di mancanegara. Diperkirakan mereka berdua harus LDR (Long Distance Relation) Â sekitar dua hingga tiga tahunan. Jadi, mereka sepakat senyampang putrinya masih kecil, pasangan suami istri itu menuntut ilmu demi karier masing-masing.
"Sayang, kita ke rumah nenek naik bus, ya!" ajak ibu muda itu sambil memakaikan baju dan jaket si kecil dengan lembut.
"Oke, Mama. Tapi ... Mutiala pingin naik keleta api!" usul si kecil yang masih cadel.
"Anak cantik, naik bus saja, ya ... lebih cepat sampai!" dalih Berlian.
Muka Mutiara yang biasa disapa Rara itu tampak cemberut, tetapi diam seribu bahasa. Ia ikuti kemauan ibunya tanpa memprotes. Demikian pula ketika dituntun naik kendaraan umum menuju Terminal Arjosari. Rara bergeming. Padahal, biasanya gadis kecil yang manis itu cukup cerewet menanyakan ini itu. Namun, kali ini di sepanjang perjalanan ia hanya diam.
Sesampai di terminal, si ibu memilih bus tertentu dan segera menuntun si buah hati masuk ke dalam bus. Rara masih diam. Dengan tenang, ia duduk di pangkuan sang bunda yang memilih duduk di kursi depan agar putrinya bisa melihat pemandangan sehingga tidak mabuk.
Sesampai Sumberpucung, supir membelokkan kendaraan ke arah SPBU. Ketika  bus isi bensin, tetiba Mutiara memaksa meminta turun.
"Lala mau buang ail, Ma!" rengeknya berulang-ulang.
Gadis mungil itu mulai rewel. Menangis berteriak-teriak meminta turun dari bus. Saat dalam kebingungan, kondektur memberi jalan keluar bijak.