Kuncup Rekah Jadilah Berkah (bagian 2)
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu Â
Ayah mencari dedaunan jati tersebut tiga hari sekali karena tidak banyak pesanan. Berbeda dengan daun pisang. Daun  pisang banyak dibutuhkan. Pedagang makanan kecil seperti lopis, grontol jagung, apalagi pepesan, bothok, dan lontong membutuhkan daun pisang kepok. Ayah berburu daun pisang jenis tersebut hingga jauh ke lereng bukit tenggara desa. Di sana ada lahan kosong berhektare-hektare ditanami pisang sebagai reboisasi. Apalagi, tidak  banyak orang berdagang daun. Jadi, Ayah selalu dinanti pelanggan walau tidak setiap hari berdagang. Sehari digunakan untuk mencari dedaunan dagangan, besoknya berjualan, demikian seterusnya.
Sebagai anak semata wayang, kesehatanku merasa sangat terpelihara. Giziku sangat terpenuhi. Tubuhku gempal cenderung melebar, alias gemuk. Saat masih duduk di SD, mereka menyebutku  'Gembrot.' Lengkapnya 'Yati Gembrot'  karena ukuran dan berat tubuhku melebihi anak seusiaku.Â
Tidak mengalami stunting seperti kebanyakan anak di sekitar lingkunganku. Pertumbuhanku justru menggembirakan. Seumpama tanaman, kata ayah, aku termasuk tumbuh di area subur bertanah gembur, ahahaha ... ada-ada saja ayahku memang!
'Gembrot.' Selain nama masakan rakyat jelata, 'pepesan daun simbukan doang', juga akronim dari 'gemuk, gempal, dan njebrot.' Njebrot istilah bahasa Jawa bermakna muncul keluar, tak beraturan, atau bentuk tidak karu-karuan. Tak sedap dipandang netralah intinya.
Sangat sedih aku mendengar sehingga membuatku enggan bergabung dengan teman sebaya. Aku tak mau dengar olokan mereka. Lebih baik membantu orang tua bekerja sehingga praktis aku tidak mempunyai teman. Sering air mataku mengalir dengan sendirinya karena sebenarnya aku pun tidak mau memiliki tubuh tambun tumbuh meraksasa.
Ibuku sering dipanggil Bu Lurah untuk membantu urusan di dapur. Masakan  Ibu  terkenal enak. Jika  Bu Lurah punya hajat, Ibulah orang kepercayaannya di dapur. Aku  sering membantu Ibu untuk kupas-kupas bahan dan memarut kelapa. Karena kukerjakan secara manual, aku harus  ekstrahati-hati agar jemariku tidak terkena mata parut.
Bu Lurah mempunyai tiga orang anak, semua lelaki. Bungsunya tepat satu tahun di atasku. Sebagai orang berada, ketiga anaknya itu mendapatkan fasilitas dengan baik, termasuk buku dan alat-alat sekolah lainnya.
***
Suatu saat bertepatan dengan hari libur, aku ikut Ayah menanam jagung di tegal. Ayah melihat air mataku meleleh karena aku teringat akan olokan teman-teman. Â Entah siapa pembuat pantun itu, mereka meneriakkan 'yel-yel' beramai-ramai dan berirama.