Jangan Malas, Guli!
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
"Uuuhhh, dingin sekali!" gumam Guli si guling lusuh sambil menggeliat. "Tidur saja sebentar lagi!" lanjutnya.
"Apa? Tidur lagi sebentar lagi?" seru seekor ayam jantan yang bertengger di dekat jendela mendengar gumam Guli.
"Heh! Apa pedulimu! Gara-gara kokokmu yang memekakkan telingaku, aku jadi terbangun!"
"Yaa, memang tugas aku untuk membangunkan seisi dunia!"
"Hadaaahhh! Siapa menyuruhmu, ha? Kamu bikin berisik hingga aku tak bisa tidur nyenyak, tahu!" jawab Guli guling sambil memelotot.
"Hei, guling cantik! Dengarkanlah aku!" seru si ayam jago sambil kembali berkukuruyuk.
"Hah! Enyah kau dari situ! Kupingku bisa tuli terus-menerus mendengar kokokmu itu!" usir si guling berang.
"Tidur lagi sebentar lagi ... demikian kamu akan dilanda kemiskinan!" teriak si jago tak mau kalah.
"Dasar keras kepala! Disuruh pergi malah khotbah!" kali ini guling tidak terima atas perlakuan si ayam jantan.
"Hai, guling cantik! Â Itu firman Tuhan, loh! Jangan sepelekan!" kembali si ayam jago mengingatkannya.
"Sana ... sana, pergi! Aku tak mau mendengarnya!" usir guling dengan mata melotot.
"Haaaiii, selamat pagiiii!" seru seekor kutilang melongokkan kepalanya ke dalam jendela yang sedikit terbuka.
"Haaa, ini lagi! Kalian itu benar-benar, ya! Aku masih mengantuk! Maka, jangan berisik di situ!" teriak guling menyambut si burung jenaka.
"Tri lili ... lili, lilili ...!" kicau kutilang sambil menari-nari bergeleparan menyambut sinar matahari yang menerobos dahan dan dedaunan.
Rupanya kawanan kutilang makin banyak. Entah berapa jumlah mereka. Kicau merdunya menyambut mentari dengan riang membuat seluruh alam ikut bergembira. Hewan-hewan yang ada di sekitar ikut menari dan menyanyi riang juga.
"Tralala ... lala, lalala!" murai pun ikut nimbrung sehingga suasana riang gembira begitu terasa.
Anak-anak ayam pun ramai mengikuti sang induk yang mengajaknya mencari makanan. Kebetulan di dekat kamar tidur itu memang ada kebun berukuran sedang dengan berbagai tanaman buah-buahan. Di bawahnya terdapat gundukan sampah yang sengaja dibiarkan agar menjadi kompos secara alami. Tentu saja karena ada dahan dan ranting kering yang bercampur dengan dedaunan, di bawah gundukan banyak sekali makanan buat para ayam.
Ada cacing tanah yang bertugas menggemburkan tanah sekitar sehingga akar tanaman bebas mencari unsur hara. Ada ratusan rayap menghancurkan dahan dan ranting. Cacing dan rayap adalah sumber protein hewani yang sangat enak bagi ayam-ayam. Induk ayam mengajari anak-anaknya mengais-ngais sehingga bunyi kais tersebut sempat pula didengar si guling.
"Ahh! Kalian, ya! Berisik!" teriaknya sambil menutup lubang telinga.
Lalu, tetiba si Sapu Ijuk melintas di lantai dekat ranjang. Ia heran melihat Guli marah-marah dan mengomel sedari tadi.
"Kamu ... kenapa sepagi ini marah mulu, Guli?" selidik Sapu Ijuk.
"Kamu dengar tidak? Mereka berisik banget hingga mengganggu istirahatku!" jemarinya menunjuk hewan di luar jendela.
"Oh, ngapain kamu marah? Harusnya kamu berterima kasih karena mereka membangunkanmu dari tidur, Guli!"
"Apanya? Aku semalam tidak bisa tidur, kok! Makanya aku masih sangat mengantuk!" protesnya.
"Oh, hohoho ... kamu sih, dasar malas! Tahumu cuma tidur melulu. Cobalah bekerja dengan giat, pasti kamu akan mudah tidur. Kalau kamu bermalas-malasan, ya memang ... bawaannya mengantuk mulu, Kawan!" seloroh Sapu Ijuk.
"Hmm, ini lagi! Kamu tak ada bedanya dengan kalian. Mau malas atau tidak, itu urusanku! Kalian tidak perlu mengurusi aku!" sewot si Guli kian marah.
"Mana ada sehatnya ... kalau cuma berguling-guling di atas kasur empuk! Coba keluar kamar! Ikutan menari dan menyanyi sana! Pasti hatimu akan riang gembira! Emosimu menjadi stabil dan kesehatanmu pun meningkat!" nasihat si Sapu Ijuk.
"Halah! Nonsens! Nggak penting bagiku!" sahut si Guli guling sambil menggeliat kembali ingin melanjutkan tidur.
Tiba-tiba sebuah sapu lidi datang. Ia secara spontan memukul-mukul kasur dengan sangat keras. Tujuannya hendak membersihkan kasur itu dari debu.
"Kamu pindah sana!" ujar Sapu Lidi sambil menggeser si Guling ke arah samping.
"Aduuuhh!" serunya. "Kamu! Ngapaian datang-datang memukulku?" rintihnya menyeringai.
"Aku sedang bekerja! Jangan protes!" ujar Sapu Lidi.
"Hmmm, kalau dasar pemalas, ya begitu!" ledek Sapu Ijuk.
"Iya, betul! Padahal mestinya dia tahu ya ... rajin pangkal pandai, kalau malas tentulah pangkal bodoh!" teriak Sapu Lidi sambil masih memukul-mukul mengusir debu dari ranjang itu.
Di dalam hati Guli guling mendengar kata-kata Sapu Lidi, "Wah, iya juga ya. Rajin lawan katanya malas. Kalau rajin pangkal atau awal pandai ... berarti malas ... hmm ... lawan katanya bodoh, dong! Benar juga kata mereka. Siapa mau disebut bodoh? Nanti teman-teman menyebutku ...'Guli bodoh! Guli bodoh!' ... huh! Apakah aku bisa terima diolok bodoh?"
Walaupun diam, Guli berpikir juga. Apalagi pada waktu bersamaan, ia pun mendengar si induk ayam menyemangati anak-anaknya.
"Ayo, Nak! Kita semangat mencari mangsa buat kita makan, ya! Tuh ... dengar! Manusia pun akan takut dengan kita, loh! Katanya begini, 'Ayo, Anak-anak ... jangan malas! Nanti rezekimu dipatuk ayam, loh!' Nah, kita sebagai hewan paling rajin, menjadi anutan bagi manusia. Semangat, ya!" nasihat si induk ayam di bawah jendela.
"Waduuuhh! Si induk ayam pun menyindirku. Kalau malas, rezekiku pun akan dipatuk ayam!Ya, elahhh ....!" batinnya merintih.
Sebentar kemudian, beberapa buah bantal di ranjang pun dipukul-pukul dan disedot debu oleh sebuah mesin. Suaranya mendengung-dengung sangat berisik. Mau tidak mau si Guli guling merinding.
"Waduhhh! Mending aku pun bangun daripada disedot begitu!" batinnya.
"Ting tong, ting tong!" lonceng di ruang tengah berbunyi nyaring.
Mendengar bunyi lonceng besar selemari itu, seluruh anggota rumah terbangun. Guling pun segera membuka mata. Dia tahu tidak lama kemudian ia pasti akan dijemur pada hangat mentari pagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI