"Dik, puisi itu wujudnya seperti ini," kata Bagus sambil menunjukkan contoh puisi di laptopnya. Bagus sengaja mengambil contoh-contoh dari internet.
"Puisi itu ditulis ke arah bawah, ya Dik. Beda dengan prosa. Yang ini contoh prosa, misalnya artikel. Prosa itu ditulis berparagraf-paragraf ke samping, bukan ke arah bawah. Adik paham?" tanyanya sambil menjelaskan dengan berbagai contoh.
"Iya, Kak. Lina ngerti!"
"Nah, puisi itu dipilah menjadi dua, yakni puisi lama dan puisi baru. Kalau puisi lama itu bentuknya terikat. Ada jumlah baris, jumlah kata atau suku kata yang ada di tiap baris, ada pula rima yang harus dipatuhi!"
"Rima itu apa, Kak?"
"Rima itu persamaan bunyi, Dik. Misalnya pada kata asal dan sesal, adakah bunyi yang sama?"
"Ada Kak, sal ... iya, kan? Asal ... sesal, sama!"
"Good!"
"Nah, yang ini pantun namanya. Coba kita cermati. Yang diminta gurumu adalah pantun jenaka. Berarti kita lihat dulu syarat pantun!"
"Tiap bait terdiri atas empat baris!"
"Good!"