Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Silent of Love (Part 13)

17 Agustus 2024   16:15 Diperbarui: 17 Agustus 2024   16:19 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B


Apakah Ini Jalan Keluar?

Jam pelajaran terakhir adalah pendidikan agama. Melani izin tidak ikut pelajaran seperti biasa karena tidak memeluk agama tersebut. Oleh karena itu, setelah diizinkan pulang lebih dulu, ia segera membalas chatting Kak Bagus. Janjinya tadi ia akan menjemput saat pulang sekolah.

Bagus pun sudah diberi tahu oleh bunda kalau dua jam pelajaran terakhir Lani biasa pulang lebih awal. Dengan demikian, ia berangkat lebih awal juga. Setelah mengikuti perkuliahan pagi, Bagus langsung ke perpustakaan. Setelah dianggap cukup, ia segera melajukan motor ke sekolah tempat Lani belajar. Tepat tiba di gedung sekolah itu, ia segera melapor ke ruang security. Pada saat yang bersamaan, Lani pun melenggang dari ruang kelas. Dari jauh Bagus sudah melihatnya sehingga tidak lama kemudian keduanya segera meluncur ke suatu tempat.

Bagus tidak menyebut hendak mengajaknya ke mana, tetapi hanya bilang, "Pegangan, ya, Dik. Kakak akan melaju cukup kencang karena lumayan jauh!"

"Siap, Kak!"

Sekitar empat puluh menit kemudian, sampailah keduanya di sebuah tempat yang unik. Sejak berhenti di suatu tempat, Lani merasa tempat itu unik dan eksotik banget. Ada taman yang cukup terawat walaupun penataan tanaman hias terkesan semrawut seadanya. Akan tetapi, tampak dedaunan yang cukup segar, hijau, dan utuh tanpa cacat. Artinya, tanaman tersebut subur dan tanpa hama.
Ada benda-benda unik yang terpajang seperti gentong, patung-patung lucu dan unik, juga ciri etnik tertentu terpajang indah. Tak ketinggalan kolam berhias air mancur dan air terjun buatan. Bunyi gemericiknya sungguh sangat membuat damai dan nyaman.

Bangunan di sebelah taman itu tampak kuno, tetapi unik. Bangunan terbuat dari mayoritas bahan kayu, tidak bercat, tetapi dibiarkan berwarna kayu alami, cokelat dan kehitaman.

Ketika masuk ke dalam ruangan, terpajang puluhan lukisan indah dan antik. Ada pajangan khusus yang berisi tanda tangan sesiapa yang pernah mengunjungi. Ternyata sebuah galeri. Sayang begitu sepi.

"Kulonuwun ...!" salam Kak Bagus cukup menggema.

"Monggo, silakan masuk!" jawab seseorang.

Ternyata orang tersebut berada di sebuah bilik lain. Sedang beraktivitas rupanya. Mendengar ada tamu, orang tersebut segera gegas menyambut.

"Waow! Lama tidak bertemu, kadingaren, Dik?"

"Hehe ... iya, Mas. Maafkan saya kalau tidak sempat sowan!" jawabnya sambil menyalami dengan menunduk sangat santun.

"Ini ... eh, teman, atau pacar? Hmmm ... cantik sekali!" pujinya sambil menatap netra Melani dan tersenyum cerah.

"Eh, hehe ... ini putri ibu indekos saya, Mas. Namanya Melani. Sengaja saya ajak ke sini, barangkali ia berminat untuk belajar melukis!" ujarnya sambil melirik Melani yang sedang mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.

"Oooh, gitu. Baiklah ... dilihat-lihat saja dulu, Dik! Siapa tahu hati terpikat!" seloroh Mas Sukri, pelukis yang mendedikasikan diri sebagai guru lukis bagi anak-anak dan remaja itu.

"Kabar anak-anak yang ikut les, gimana Mas? Masih banyak jugakah?"

"Ya, lumayanlah. Hari ini mereka masuk sore sekitar pukul 16.00 sampai pukul 17.30. sih!"

"Oh, Adik apa suka menggambar?" tanya Mas Sukri pada Melani.

Lani menggeleng perlahan sambil tersenyum tipis.

"Walau tidak suka menggambar, boleh juga loh mencoba melukis. Aliran abstrak pun tidak masalah, kok!" tutur Mas Sukri.

"Itu lukisannya bagus-bagus!" puji Lani sambil menunjuk dinding yang penuh lukisan.

"Iya ... alhamdulilah, saya diberi talenta melukis aliran natural begitu. Adik suka?" selidiknya.

Lani mengangguk-angguk.  

"Yang lukisan putri Bali sedang menari itu, cakep banget!" serunya.

"Iya, itu benar-benar luar biasa. Kayak hidup. Menceritakan alam Bali banget! Mata penari itu sorotnya cakep banget!" ungkap Kak Bagus juga.

"Kak Bagus bisa melukis?" tanya Lani.

"Pingin, sih, Dik ... tetapi Kakak tidak punya banyak waktu luang. Tuntutan untuk masuk FK itu sangat berat. Waktu Kakak habis untuk belajar dan belajar. Hanya kalau suntuk, Kakak datang kemari untuk sekadar refreshing saja. Rumah Mas Sukri ini cocok banget buat menyepi seperti itu, hehehe ...!" dalihnya.

"Oh, ... ketahuan sekarang, ya! Jadi, kalau Dik Bagus ke sini itu ... sedang kesepian, ya!" gurau Mas Sukri.

"Hehehe ....!"

"Kalau Adik ingin berlatih melukis, boleh juga loh! Atau sekadar melihat adik-adik yang berlatih melukis juga boleh. Siapa tahu bakal kepingin menuangkan imajinasi ke atas kanvas juga!"

"Gitu, ya Mas! Eh, boleh Lani memanggil begitukah?"

"Heheheh ... tentu boleh-boleh saja, Dik! Asal jangan panggil aku Kakek saja!" jawab sang pelukis terkekeh.

"Kalau mau ke sini, sebaiknya hari apa dan jam berapa, Mas?" lanjut Lani.

"Wah, rupanya sudah tergiur juga oleh tampilan pajangan lukisan Mas Sukri, nih! Hehehe ...," sambut Bagus sumringah.

"Enggak rugi mengajaknya ke sini siang-siang begini, ya, Dik! Kalau gitu, mari kita makan siang di belakang dulu!" ajak Mas Sukri.

"Waduuuh, jadi ngrepoti, nih Mas!"

"Enggak, loh. Malah Mas senang kalau kalian mau menemani makan siang, nih. Cuma ... ya, itu. Seadanya saja. Gimana?"

"Mau banget, perut Lani sudah melilit loh ini!" jawab Lani.

"Uh, iya. Terdengar suara cacingnya dari sini!" gurau Mas Sukri sambil tersenyum.

"Yuk, segera ke gubuk belakang!" ajak Mas Sukri sambil menarik lengan Kak Bagus.

Sebuah saung atau dangau yang sengaja dibangun di antara kolam dan tanaman perdu, membuat nyaman sebagai ruang makan lesehan. Mas Sukri segera mengambil bakul nasi jagung, urap-urap, ikan wader goreng, tahu dan tempe bacem, terong goreng lengkap dengan sambal tomat trasinya. Satu kaleng kerupuk udang menemani dan melengkapi menu siang itu. Buah pepaya yang masih utuh, belum sempat dikupas pun disediakan di saung lesehan itu.

Ada meja rendah yang digunakan sebagai sarana makan siang agar lebih nyaman dan leluasa.

"Waoww ... luar biasa. Sangat menggiurkan!" sambut Lani. "Siapa yang masak, Mas?" lanjutnya.

"Ada. Seorang ibu paruh baya yang selalu mengantar makanan buat saya!" jawabnya santai.

"Ayo Dik, maaf ... nasinya berwarna kuning, ya ... hehehe!"

"Ini menu istimewa, Mas. Karena jujur, tidak pernah kami temukan di rumah!"  

"Iya, benar. Ini spesial banget!"

"Aku tahu, kok. Pasti akan ada tamu. Makanya, kuminta porsi banyak sejak pesan kemarin!"

"Kok bisa tahu, Mas?" selidik Bagus.

"Hehe ... ada suara burung prenjak yang mewartakan akan adanya tamu datang!"

"Wuah, hebat!" seru Lani.

"Nah, ayo segera dicicip. Jangan kebanyakan cerita, kasihan tu cacing di perut sudah protes! Hehe ...," tutur si empunya rumah sambil menuangkan nasi jagung ke piring dua tamunya.

"Segini cukup?"

Kedua remaja itu mengangguk bersamaan.

Setelah setengah jam menikmati menu ala desa, ketiganya kembali ke ruang lukis. Lani bertanya-tanya apa saja yang dibutuhkan sebagai bahan praktik melukis.

"Jangan khawatir, semua ada di sini. Adik tinggal berkonsentrasi saja menuangkan apa yang ingin digambar. Lihat saja dulu, jangan memutuskan apa-apa. Setelah beberapa kali melihat, pasti akan muncul sendiri kok. Hanya bermain-main saja, boleh banget. Jadi, jangan terbeban kalau ke sini harus ikut melukis. Nggak! Nggak begitu konsepnya!" tutur Mas Sukri kalem.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun