"Kalau mau ke sini, sebaiknya hari apa dan jam berapa, Mas?" lanjut Lani.
"Wah, rupanya sudah tergiur juga oleh tampilan pajangan lukisan Mas Sukri, nih! Hehehe ...," sambut Bagus sumringah.
"Enggak rugi mengajaknya ke sini siang-siang begini, ya, Dik! Kalau gitu, mari kita makan siang di belakang dulu!" ajak Mas Sukri.
"Waduuuh, jadi ngrepoti, nih Mas!"
"Enggak, loh. Malah Mas senang kalau kalian mau menemani makan siang, nih. Cuma ... ya, itu. Seadanya saja. Gimana?"
"Mau banget, perut Lani sudah melilit loh ini!" jawab Lani.
"Uh, iya. Terdengar suara cacingnya dari sini!" gurau Mas Sukri sambil tersenyum.
"Yuk, segera ke gubuk belakang!" ajak Mas Sukri sambil menarik lengan Kak Bagus.
Sebuah saung atau dangau yang sengaja dibangun di antara kolam dan tanaman perdu, membuat nyaman sebagai ruang makan lesehan. Mas Sukri segera mengambil bakul nasi jagung, urap-urap, ikan wader goreng, tahu dan tempe bacem, terong goreng lengkap dengan sambal tomat trasinya. Satu kaleng kerupuk udang menemani dan melengkapi menu siang itu. Buah pepaya yang masih utuh, belum sempat dikupas pun disediakan di saung lesehan itu.
Ada meja rendah yang digunakan sebagai sarana makan siang agar lebih nyaman dan leluasa.
"Waoww ... luar biasa. Sangat menggiurkan!" sambut Lani. "Siapa yang masak, Mas?" lanjutnya.