Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Silent of Love (Part 9)

16 Agustus 2024   07:35 Diperbarui: 16 Agustus 2024   07:47 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

lanjutan 

"Dik, ... ini gimana? Adik jadi cerita apa enggak? Hehehe ... dari tadi perasaan Kakak yang ngomong mulu, sih. Kapan Adik ceritanya? Keburu habis satu jam Kakak, loh!"

"Emmm ... iya. Aku kesel, sedih, bete, dan benar-benar ngerasa down, Kak!"

"Iya, kenapa! Ceritakan aja, Dik!"

"Teman-temanku, loh Kak ... jahat banget!"

"Mosok, sih?"

"Iya, Lani dibilangnya 'Damon'. Kesel banget! Apalagi karena katanya kebanyakan dipegang-pegang dan dimainin sama cowok, jadi 'damon'! Padahal ... Lani enggak pernah deket dengan satu cowok pun, kan!"

"Damon? Apaan, tuh, Dik?"

"Dada montok, Kak ... karena ukuran pe-ye-de-er Lani tergolong besar di antara kawan-kawan sebaya!"

"Ooohh, itu! Bukannya malah bagus, yah kalau damon gitu! Artinya, kelak jika sudah saatnya, pe-ye-de-er itu bisa memproduksi ASI dengan luar biasa sehingga baby tidak kekurangan gizi, tidak stunting! Maka, berbahagialah kalau dikaruniai pe-ye-de-er ukuran jumbo!"

"Ihhh, Kakak! Kan mereka mikirnya tidak seperti itu. Mereka pikir ukuran jumbo itu identik dengan kekurangan, keburukan, dan ketidaksimetrisan!"

"Dik! Siapa sih yang menciptakan raga kita? Tuhan, kan? Pastinya, Tuhan sangat bijak dan memikirkan masa depan kita secara sempurna. Lalu, mengapa Adik mendengarkan suara sumbang manusia yang pada hakikatnya melecehkan hasil karya Tuhan itu? Biarkanlah mereka menghina sang pencipta karena sebenarnya menghina ciptaan itu adalah menghina penciptanya. Jadi, biarkanlah saja mereka ngomong apa. Adukan saja kepada Tuhan apa saja yang membuatkan sedih, sakit hati, dan kecewa. Biarkanlah Tuhan yang mengambil alih  masalahmu, Dik. Sementara, bersyukur sajalah karena Tuhan yang sangat baik dan bijak itu telah menganugerahi Adik dengan kesehatan, terutama kesehatan mental, Dik! Anggap saja mereka tidak waras. Kita yang sehat dan lebih waras mengalah saja. Senyumi saja! Nanti Tuhan yang akan menuntut balas, kok! Bagaimana?"

"Gitu, ya, Kak? Se-simple itu?"

"Ya, iyalah! Menghadapi phisical bullying memang hanya seperti itu. Senyumi saja, tetapi perbaikilah potensi dan kualitas diri di bidang yang lain agar mereka kaget kalau ternyata kamu lebih hebat dari yang disangka dan dipikirkan negatif itu!"

"Oh, jadi ... Lani harus memperbaiki diri di bidang yang lain, gitu?"

"Iya, kalahkanlah mereka dengan cara elegan! Isi dan habiskan waktumu untuk memperbaiki dan mempelajari hal lain guna menyeimbangkan antara kekurangan yang disebut-sebut oleh kawan-kawanmu itu dengan kelebihan yang lain. Buatlah mereka terhenyak dan terkagum-kagum melihat kelebihanmu di bidang lain! Jangan izinkan mereka cuma melihat kekuranganmu di satu sisi saja tanpa melihat sisi lainnya!"

"Ohhh ... mengalahkan dengan cara elegan itu ...,"

"Iya, dengan menunjukkan kebolehan dan kelebihan di bidang lain yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya!" potong Bagus cepat sehingga Lani yang masih berpikir pun terhenyak.

"Menepis fitnah dengan potensi berprestasi, ya, Kak?"

"Benar sekali, Dik. Apa pun yang dikatakan, ataupun difitnahkan jangan pernah ditanggapi. Adik jalan terus saja, tinggalkan mereka jauh di belakang, sementara Adik  mencari peluang untuk makin maju dengan melihat dan mencari-cari hal yang bisa Adik pelajari dan tingkatkan, tanpa berbicara, tanpa bercerita dengan siapa pun! Kerja, kerja, dan kerja. Raih mimpi dengan lecut hinaan mereka. Hinaan ataupun bullying jadikan pemacu dan pemicu ke arah kemajuanmu sendiri!" lanjut Bagus.

"Ya, Kak. Berarti Lani harus berpikir keras, hal apa yang bisa Lani lakukan dalam rangka mengalahkan mereka. Begitu, kan?"

"Ya, benar. Adik harus membungkam mereka dengan prestasi yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Buatlah mereka kagum padamu!"

"Baik, Kak. Terima kasih atas pencerahannya. Terima kasih banyak!" netra Lani mulai berbinar-binar tanda bahagia tiba.

"Sama-sama, Dik. Kalaupun Kakak punya misi, pastilah tujuan Kakak demi kebaikan dan kebahagiaan Kakak. Kalau Adik berhasil, Kakak pun ikut berhasil. Jika Adik bahagia, demikian juga Kakak akan ikut bahagia!"

"Siap, Kak. Akan Lani renung dan pikirkan apa yang akan Lani perdalam dalam rangka membungkam para pembully itu. Doakan Lani, ya Kak! Lani juga berjanji akan selalu mendoakan Kakak walaupun mungkin ke depannya Lani akan selalu merecoki dan merepotkan Kakak!"

"Siap, jangan pernah bilang begitu. Kita sama-sama saling support, Dik. Take and give juga karena itulah tujuan Allah menciptakan manusia di dunia ini. Jika semua insan demikian, pasti damai sejahtera surga kita rasakan pula!"

"Amin, Kak. Boleh Lani izin tidur sekarang?"

"Nah, iya, Kakak juga mau pamit. Satu jam Kakak sudah berlangsung dengan baik bersama Adik, kan?"

"Selamat malam, Kak. Selamat beristirahat. Nice dream!" ucap Lani sambil beranjak meninggalkan ruang tamu bareng Bagus yang hendak pulang ke kamar indekos di paviliun sebelah.
Sesampai di teras samping menuju paviliun, sang bunda dan si sulung mencegat Bagus.

"Bagaimana, Nak? Apakah es kutubnya sudah mencair?" lirihnya.

Sulung tersenyum mendengarnya, "Eh, Kakak ternyata bisa menjadi pawang hujan juga, ya ... hihihi," gurau Klana mencandai Bagus.

"Hehehe ...," sambut Bagus terkekeh mendengar bunda dan sulung.

"Iya, Bunda. Sudah sedikit terbuka. Aman, Bun. Bagus siap memegang rahasia si cantik. Bunda dan Klana tenang saja. Semua pasti akan baik-baik saja!" ujarnya sesantai mungkin.

"Baiklah, Bunda percaya dengan Nak Bagus. Titip-titip adik-adikmu itu. Baik Lani maupun Lina rupanya bukan hanya nge-fans, melainkan juga mempercayakan diri kepada Nak Bagus. Barangkali si kakak sulung ini masih belum mampu momong kedua adiknya!" lirik sang bunda kepada si sulung.

"Ihh, enak aja! Lalu, tanggung jawab bunda sebagai ibunya bagaimana kalau dilimpahkan ke Klana, hayo!" sergah sulung pula.

"Iya, iya. Bunda akan tetap memantau putra-putrinya. Cuma sekarang lebih sedikit ringan karena ada Nak Bagus yang bisa membantu kita, kan? Terima kasih banyak, ya, Nak!"

"Baik, Bunda. Bagus izin hendak kerjakan tugas dulu. Permisi, selamat malam!"

"Yuk, Dik! Kakak pamit ke sebelah," pamitnya pada Klana.

"Makasih banyak, Kak. Kapan-kapan Klana juga akan merepoti dan merecoki Kakak, ya!"

"Siap!" jawab bagus sambil tangannya seolah menghormat kepada sang komandan.

"Hehe ... sukses selalu kuliahnya, Nak!" lanjut bunda dengan lembut.

"Amin!" Bagus mengatupkan dua telapak tangan di dadanya. 

*** 

Support Bapak, Ibu, dan Adik-adik sekalian sangat saya butuhkan demi kelanjutan cerita ini. Terima kasih 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun