Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Silent of Love (Part 1)

12 Agustus 2024   02:38 Diperbarui: 15 Agustus 2024   08:04 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bab 1  

Persahabatan yang Manis 

 

Musim bediding kata orang Jawa. Dingin begitu menusuk tulang sehingga membuat enggan keluar dari kamar, terutama dari hangatnya selimut tebal. Terbangun pukul 01.40 karena keinginan buang air kecil, membuatnya sekalian ke dapur. Setelah urusan toilet selesai, dijerangnya segelas air di panci kecil. Mencari gunting untuk memasukkan T*lak Ang1n ke dalam cangkir kesayangan, menuangkan air mendidih, dan segera meminumnya. Sambil menghirup aroma jamu dan segar mint pada cairan itu, membuatnya sedikit lega.  

Sekeluar dari dapur, tak lupa dicarinya sebuah jaket dan mengganti celana pendek yang dikenakan dengan celana panjang di ruang cuci setrika. Ruang  yang tepat bersebelahan dengan dapur. Selanjutnya hendak kembali ke kamar, memeluk guling dan bergelung di dalam hangat selimut.

Namun, tiba-tiba didengarlah suara Klana, kakak sulung  yang sedang berbincang dengan Wawan sambil menuruni anak tangga. Sosok Wawan, si pemuda tampan itu, memang sering tidur di rumahnya. Mereka berdua bersahabat karib sejak SMP hingga sekarang menduduki bangku SMA kelas 12. Asyik  turun tangga melingkar yang menghubungkan lantai atas  di rumah mereka sambil berbincang akrab.

Sudah sejak lama Wawan sering menginap di kamar kakak sulung itu, apalagi kalau sepulang ekskul basket atau malam Minggu. Konon putra semata wayang itu kesepian di rumahnya. Ayahnya bekerja di luar kota, bahkan sering ke luar negeri sehingga tidak betah di rumah dan malah sering bertandang serta menginap di rumah mereka. Kedua orang tua Wawan pun pernah berkunjung bersilaturahmi dengan menitipkan putranya itu. Jadi, sebenarnya mereka tidak asing lagi.

“Lin!? Sedang apa kau?” tegur  sang kakak melihat si adik bungsu keluar dari dapur.

“Mmmm … terbangun, Kak. Barusan bikin T*lak Ang1n!” jawab si bungsu sedikit kaget.

Hampir saja secangkir air hangat yang dipegang terjatuh karenanya. Apalagi saat dilihatnya sahabat sang kakak membersamai dan menjejerinya. Dentum detak jantung Lina pun terdengar menggema di gendang telinga. Duuhh ….

“Oh, bikinin buat kami, dong Dik!” rajuknya pada sang adik, “Sekalian kalau ada bikinkan omeletlah!”

“Wan … mau T*lak Ang1n,  juga kan?” tolehnya pada sahabat dan dijawab dengan anggukan serta seulas senyum manis.

“Kau belum  merasakan omelet buatan adik bungsuku ini, kan? Dua hari lalu, kuincip omeletnya …. hmmmm enak betul! Sayang sekali, aku cuma cicip sedikit!” pamernya.

“Hmmm, cocok banget kalau ada yang hangat-hangat!” sambung Wawan sambil menatap si gadis manis.

Deg! Jantung Meylina seolah hendak melompat keluar ketika pemuda jangkung itu menatap manik netranya sambil tersenyum. Seulas senyum di raut pucat pasi terukir sempurna. Namun, dua belah telapak tangan pun terasa tremor jua.

“Ya, Allah …,” batinnya mengeluh berat.  

“Ah, sepakat!” ujar sang Kakak mengayunkan lengan tanda persetujuan, “Cakep!”

“Ayolah cepat, Dik! Malah bengong!? Tega kau melihat kami pun menggigil begini?” suara sang kakak sulung mengagetkan.

“Oooh!” lirih kaget Lina yang segera berbalik, menyeret kaki ke arah dapur kembali.

Kedua pemuda itu segera duduk manis di meja makan sambil menunggu upaya si adik yang sedang berkutat dengan peralatan dapur. Sang kakak benar-benar tidak menyadari betapa perang batin mendera nurani sang adik yang masih mengawali masa remajanya.

“Hmmm … jam segini minta dimasakkan omelet? Dasar manja!” pikirnya.

Dibuanglah jauh-jauh keinginan hendak melanjutkan mimpi gegara kakak dan sahabatnya merajuk meminta membuatkannya makanan hangat. Beruntung Lina cukup terampil membuat omelet sehingga dalam waktu cepat bisa menyediakan dua porsi pesanan di hadapan sang kakak.

Namun, sang kakak tidak tahu betapa bergemuruhnya jantung si adik begitu berada di lingkungan sosok pemuda yang menjadi idolanya. Lina tidak pernah paham, mengapa raganya bergemetaran seperti itu. Akan tetapi, bukannya ketakutan, makin ingin berdekatan saja. Aneh, kan?

“Ah, ada apa dengan diriku ini? Mengapa panas dingin, tetapi gemetar luar biasa ragaku? Duhai, jantungku. Janganlah hendak melompat begini!” rutuknya.

Dengan masih menyimpan geletar hebat, bahkan hingga seolah menderita tremor, dihidangkannyalah hasil karya berupa omelet istimewa.

“Sudah, ya, Mas. Silakan dinikmati. Lina hendak kembali ke kamar. Jangan minta ditemani!” ujarnya sambil menyodorkan dua mangkuk di hadapan mereka.

Mungkin sang kakak sulung tidak peka bila saat yang sama suara adik berubah agak parau menahan gejolak rasa. Suara yang susah dikemukakannya gegara nurani tak berkompromi. Gerakan tangannya pun tremor sehingga nyaris terjatuh dua mangkuk saling terantuk. Beruntung, dua pemuda di hadapan tidak menyadari, sementara Lina melakukannya dengan kecepatan luar biasa guna menyembunyikan rasa di dada.

“Terima kasih, Dik!” sambut Wawan kembali tersenyum manis.

“Duuhh! Wahai jantungku, jangan melompat keluar, ya!” batin Lina salah tingkah di hadapan dua pemuda tampan tersebut.

Diseretnya ragu-ragu langkah layu menghindar magnet mahadaya yang seolah hendak menyedot raganya mendekati sang pujaan. Masih sambil sesekali menoleh seolah tidak rela meninggalkan sosok pemuda idola.

***

 

to be continued 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun