Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belajar dari Perilaku Satwa

16 Juli 2024   13:09 Diperbarui: 16 Juli 2024   13:10 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Belajar dari Perilaku Satwa

Sejak beberapa malam lalu, seekor kucing betina liar yang kujuluki si 'Janda' atau Mbok Rondho itu selalu tidur di kursi teras depan dapur. Kucing liar itu rupanya pacar  Kumoru (kucing moto biru) kesayangan. Terbukti jika Kumoru datang, ia selalu hadir juga.
Namun, sejak lama suamiku tidak menyukainya. 

Entahlah, mungkin karena warna bulunya yang tidak menarik atau perilaku yang ketakutan dan tampak byayakan dengan sorot mata tajam jelalatan. Bulu warna kelabu, bercampur hitam,  cokelat dengan warna yang tidak jelas dan kurang mencolok dan tidak menarik.

Denganku 'si janda' ini selalu merayu, merengek, dan meminta makanan, dengan mengeong mengiba. Akan tetapi, kepada suamiku ia sangat ketakutan. Kalau tahu suami ada di rumah, otomatis ia segera berlari meninggalkan rumah. Sepertinya ia tahu diri dan merasa kalau suami tidak menyukainya.

Suamiku juga, sih. Sudah kuberi tahu kalau tidak menyukai jangan menyiksa, tetapi yang dilakukan malah melemparinya dengan sebelah sandalku. Sudah kuusulkan agar menyiramnya saja menggunakan air di gayung, tetapi tidak digubrisnya juga. Hmmm, selalu deh, sandal sebelahku hilang dan harus mencari-cari entah ke mana. Ahaha ... selalu saja menyusahkan! Pasti ia menemukan si janda di rumah. Padahal, kucing itu sedang menungguku memberinya remah-remah makanan sisa dari kucing milik kami.

Mungkin si janda ini iri, apa bedanya ia dengan tiga ekor kucing piaraan kami? Kalau kucing piaraan kami memperoleh fasilitas pakan yang enak dan tempat tidur hangat dan nyaman, barangkali ia berpikir juga ... mengapa ia kami anak tirikan? Perasaan itulah yang selalu menggangguku sehingga pasti kusisakan entah bagian kepala, ekor, atau jeroan yang tidak disukai kucing piaraanku, kuberikan padanya. Kadang aku juga minta suami untuk membelikan makanan kering. 

Walaupun Kumoru dan Cantik kurang menyukai jenis makanan itu, kupastikan 'si janda' akan mau. Apalagi kalau ia sedang kelaparan. Mungkin itulah penyebab mengapa ia sering datang ke rumah, terutama ketika malam hari. Karena aku sering memberinya makan dan tidak mengusirnya secara semena-mena. Hehe ... tentu saja menunggu saat sepi, saat tidak diketahui suamiku, mungkin.

Kadang-kadang aku beranalogi, kucing saja mengerti kalau seseorang tidak menyukainya. Namun, aku malah kurang peka terhadap sikap seseorang yang tidak menyukaiku. Apalagi kalau orang tersebut pandai berpura-pura, alias pintar bermain drama atau bersandiwara. Baik saat berada di depanku, sementara bila berada di belakang ternyata berlaku buruk. Hmmm, aku harus belajar banyak dari perilaku kucing ini!

Sebenarnya, kalau hewan sekecil ini oleh Tuhan dianugerahi kepintaran luar biasa, aku punya suatu keyakinan. Ya, aku meyakini bahwa insan sebagai ciptaan paling sempurna ini juga dianugerahi akal, pikiran, pengertian, dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam menjalani hidup dan kehidupan beberapa tingkat lebih tinggi daripada hewan. Masalahnya, apakah manusia mempergunakannya sebagaimana kehendak-Nya? Apakah untuk kebaikan dan kemaslahatan umat?

Bukan rahasia lagi kalau ada juga karakter negatif yang mendominasi pikiran dan ulah manusia. Misalnya, seseorang  yang dianugerahi kemampuan menemukan bom ternyata digunakan sebagai bahan peledak pembinasa umat. Atau tukang duplikat kunci  memanfaatkan kepintarannya guna menduplikat lalu menguras harta sesama. Karena itu, kemampuan tersebut memang harus dibarengi dengan karakter dan itikad baik sehingga dimanfaatkan sebagai sesuatu yang tidak merugikan, baik bagi diri sendiri maupun bagi sesama.

Kembali ke masalah perkucingan. Ada pertanyaan menggelitik, mengapa seekor kucing menjadi pencuri? Kupikir karena ia kelaparan tentunya. Sementara, manusia di sekitar tidak menganggapnya ada, tidak peduli, dan memberikan kesempatan hidup layak, apalagi bahagia. Jika mereka diperhatikan dan kehidupannya dijamin, paling tidak jangan diabaikan, niscaya mereka tidak akan mencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun