Dampak Krismon
"Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri." (Pramudya Ananta Tur)
Hari demi hari berlanjut. Tak terasa hampir sebulan mereka telah resmi menjadi pasangan kekasih. Namun, pertemuan kian tidak seintensif awal mereka bertemu. Karena kesibukan mungkin. Atau karena hal lain? Entahlah!
Sesehari Jalu sangat sibuk di ruang Sema, Senat Mahasiswa. Sebagai Ketua sekaligus anggota inti dia tak bisa tinggal diam ketika kawan-kawan mahasiswa lain sedang memikirkan negara dengan segala situasi dan kondisinya.
Orang tua mahasiswa yang di-PHK sepihak oleh perusahaan atau tempatnya bekerja sangat berdampak pada kehidupan mahasiswa pada umumnya. Harga yang melambung tinggi pun mau tidak mau menambah beban pikiran, terutama bagi mereka yang sudah atau menjelang sidang skripsi dan harus melunasi dana wisuda, dan lain-lain.
Senat Mahasiswa merupakan lembaga struktur organisasi mahasiswa yang memegang fungsi kontrol, sekaligus lembaga legislatif dan perwakilan tertinggi di kampus. Tugas pokok dan fungsinya adalah merumuskan peraturan organisasi mahasiswa, menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa.Â
Dalam rangka tugas pokok inilah beberapa mahasiswa terpilih yang menduduki jabatan akan sibuk memikirkan dan mengatus segala sesuatunya. Banyak aspirasi teman mahasiswa yang harus ditata dan dirumuskan, khususnya berkaitan dengan kondisi ekonomi di tanah air. Itulah sebabnya Jalu kurang bisa mengatur waktu pertemuan dengan sang kekasih.
Anye masih mengikuti perkuliahan secara aktif walaupun akhir-akhir ini situasi perkuliahan cenderung tidak seaktif dan sehangat sebelumnya. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif sedikit banyak sangat berpengaruh bagi mereka. Jika biasanya ada kesempatan untuk jalan bersama-sama, berdiskusi di tempat lesehan sambil makan minum, suasana itu tidak lagi ada.
Berhemat ria adalah alasan bagi masing-masing untuk tidak sering-sering berkunjung ke kantin. Apalagi masih harus menyisihkan biaya internet untuk ke warnet guna mengakses referensi yang dibutuhkan dalam penelitian.
Belum lagi biaya penerjemahan kalau seseorang mengambil referensi berbahasa Inggris baik dari jurnal maupun buku berbahasa asing tersebut. Biaya fotokopi yang tak kalah menyedot dana juga perlu diantisipasi sedemikian rupa. Oleh karena itu, jika mereka hendak berdiskusi akan mencari tempat yang murah meriah. Misalnya, di ruang tamu salah seorang kawan yang tempat indekosnya menyiapkan area cukup luas untuk berdiskusi. Atau jika ada teman yang mengontrak rumah cukup representatif. Sementara hidangan yang disajikan mengikuti selera. Dengan cara demikian, tidak lagi menggunakan sarana di caf atau tempat lesehan, hingga cukup menghemat pengeluaran.
Maklumlah dari dua puluh mahasiswa yang ada mayoritas berasal dari luar pulau dan masing-masing sudah berkeluarga. Hanya Anye dan seorang kawan yang berprofesi sebagai wartawan freelance saja yang masih lajang. Kedua yang masih lajang inilah yang sering menjadi tangan kanan bapak-bapak dan ibu-ibu dosen untuk membantu mereka dalam hal pengetikan atau yang lain.
***