Makna MimpiÂ
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Asap tiba-tiba menggumpal keluar dari atap rumahnya. Indras sangat ketakutan. Ia mencoba melihat sumber asap itu, tetapi tidak berhasil. Tubuhnya  terlalu kecil untuk melihat. Napasnya tersengal. Takut bukan main. Ia berusaha berteriak sekuat tenaga, tetapi terasa tidak punya suara. Tercekat di kerongkongan saja. Ia berusaha berlari sambil berteriak memanggil ayah bundanya. Namun, tak ada siapa pun yang bisa menolongnya. Sepi. Aneh.
"Non, ... Non ... bangun. Sudah siang. Cepat mandi, gih. Nanti terlambat ke sekolah, loh!" suara Bi Irah membangunkannya.
"Oh, ternyata aku bermimpi," gumamnya.
"Ayo, Non. Ini sudah Bibi siapkan baju seragamnya. Buku-buku juga sudah Bibi masukkan ke dalam tas!" kata Bi Irah membuyarkan lamunannya.
Dengan malas Indraswari segera memasuki kamar mandi. Dilihatnya sepintas jam dinding yang ada di kamar menunjuk angka enam lebih. Padahal, pukul 06.45 sudah harus sampai di sekolah. Indras mandi bebek agar cepat selesai. Mandi bebek adalah cara mandi cepat tanpa bersabun.
Segera dipakainya seragam merah putih lengkap dengan dasi. Kali ini Indras tidak mau makan pagi. Nasi goreng dimintanya diletakkan wadah ditambahkan pada bekal. Sedianya akan dimakan jam istirahat pertama nanti. Hanya segelas susu saja yang dihabiskannya.
Diantar Pak Darto supir pribadinya, Indar segera berangkat ke sekolah. Papa mamanya sudah berangkat lebih dahulu. Papa selalu berangkat pukul lima diantar sopir pribadi yang lain, sementara Mama membawa kendaraan sendiri menuju kantor yang  berjarak sekitar dua puluhan kilometer.
Indras hampir tidak pernah bisa bertemu dengan kedua orang tuanya. Ini  karena mereka berdua selalu berangkat terlalu pagi sebelum Indras bangun dan pulang minimal pukul 19.00 lebih, ketika Indras sudah beranjak ke kamar tidurnya.
Kebiasaan bertahun-tahun yang masih rutin dilewatinya hingga sekarang. Indras sudah duduk di kelas lima, maka sudah ada les-les agar di kelas enam tidak terlalu kesulitan menerima materi pelajaran. Karena ada pelajaran tambahan inilah, Indras selalu pulang pukul 17.00. Dengan demikian, ketika sampai di rumah, Indras sudah terlalu lelah.
Setelah mandi sore dan makan, Indras bergegas masuk kamar untuk tidur. Setiap hari hanya ditemani oleh Bibi Irah dan Pak Darto saja. Maka, Indras merasa seperti tidak memiliki orang tua. Hati dan jiwanya terasa hampa. Melakukan rutinitas seperti itu sebenarnya cukup membuatnya bosan.