Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Damar Derana (Part 1)

15 Mei 2024   07:54 Diperbarui: 15 Mei 2024   09:52 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bab 1 

Sejenak Mengenang Masa Silam

Air mata mengucur deras tatkala di pangkuannya sebuah album besar bersampul keunguan itu bertengger beberapa saat. Album itu mengabadikan peristiwa sepuluh tahun silam, tetapi dia kurang puas hanya menikmati gambar mati. Sekotak tisu selalu menemani duduknya di depan laptop, sementara sengaja dipasang kembali  flashdisk mungil berhiaskan pernak-pernik miniatur apel merah ranum yang diambil dari dompet kecil cenderamata salah satu teman baiknya. Entah mengapa, tetiba saja Nadya masih ingin mengulang menonton video pernikahannya sepuluh tahun silam itu.

Beberapa saat kemudian, ketika album itu dirasa berat menekan kedua paha dan perut buncitnya, diletakkanlah album itu ke meja kecil di sebelahnya. Pikirnya dia akan melihat langsung tayangan itu daripada mengenang saja sambil mencocokkan apakah yang terjadi memang berkaitan langsung dengan situasi di masa kini. Dia berjanji ini adalah kesempatan terakhir untuk menonton dan setelah itu hendak dimuseumkan saja kedua benda yang beberapa bulan terakhir membuatnya jengah. Baik album maupun flashdisk  yang selama sepuluh tahun menjadi benda keramat itu, kini diniatkan hendak dipensiunkan saja meski nyatanya memang menjadi bagian dari riwayat hidupnya.

Kembali netranya meneliti tayangan di laptop. Dicermatilah bagaimana video pesta pernikahannya itu berlangsung dan kemudian dikaitkanlah dengan kehidupannya masa kini. Apakah benar bahwa yang terjadi saat itu merupakan simbol petaka yang dialaminya kemudian? Padahal, saat itu tentu bahagia yang dikehendakinya. Ya, mengapa saat itu tidak disadarinya? Mitoskah? Entahlah, Nadya benar-benar terhenyak. Tampaknya seolah tanpa nirmala, ternyata di kemudian hari harus menjadikannya derana.

Ya, Nadya harus bertahan, tidak lekas patah hati ataupun putus asa menghadapi berbagai kendala di dalam hidup dan kehidupannya. Harus dihidupkannya pula suatu renjana, rasa hati yang kuat, alih-alih bertahan di dalam kemelut yang menghalangi kulasentananya.

_bersambung_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun