Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ratu Eunoia

12 Mei 2024   04:05 Diperbarui: 12 Mei 2024   07:23 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ratu Eunoia
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Eunoia masih berada di tepian kolam. Ia belum beranjak dari tempat itu. Baru saja ia selesai mandi. Dikibaskanlah rambut panjangnya dengan sebelah tangan. Kain yang melilit tubuhnya agak turun memperlihatkan dua bukit kekar. Udara segar yang melewati membuat kedinginan lalu segera ia menyelesaikan acara mandi kramas sore itu.


Sesampai di rumah, Duria, sang suami yang sedang minum kopi tiba-tiba mendapat panggilan  mendadak dari istana. Seorang punggawa datang tergopoh-gopoh membawa berita penting.


"Ada apa Paman? Kok tampak terburu-buru?" tanyanya.


"Iya, Jengandika diminta datang ke istana sesegera mungkin!"


"Oh, baiklah!"


Duria berpamit kepada Eunoia sang istri jelita yang bulan lalu dinikahinya.


"Baiklah, Kakanda. Berhati-hatilah!" pesan si istri.


Keesokan harinya, kembali punggawa datang ke rumahnya. Kali ini membawa kabar khusus kepada Eunoia.


"Putri, Jengandika diminta datang ke istana sekarang juga! Pesan khusus dari Raja Asoka!"


"Baiklah! Sendiko dhawuh!" jawabnya tersenyum. Dipakainyalah busana terbaik yang dimiliki untuk menghadap sang Raja.


Sesampai di istana raja. Dimintanya Eunoia masuk ke dalam ruangan khusus. Eunoia bingung karena sebagai orang awam, dia tidak pernah melihat-lihat isi istana. Ia terkagum-kagum melihat interior ruangan yang aduhai. Tatkala Eunoia kebingungan, tiba-tiba sang Raja sudah berada di dekatnya.


"Eunoia, ...!" sapa Raja dengan lembut.


"Ya, Tuanku Raja!"


"Apakah kamu selalu mandi di kolam itu?"  sang Raja menggamit lengan Eunoia sambil dibawa  melihat dari jendela ruangan tersebut.


Eunoia sangat terkejut. Ternyata, siapa pun yang berada di kolam bawah sana, apa pun yang dilakukan dapat terlihat secara jelas dari tempat khusus tersebut.


Muka Eunoia merah merona. Dia teringat setiap kali  mandi di sana. Dia berpikir tidak seorang pun melihatnya. Ternyata, sang raja melihatnya dengan jelas.


"Eunoia, ketahuilah ... ,"


"Ya, Raja ...," Eunoia menunduk. Merasa sangat malu mengingat sang raja telah mengetahui dirinya sampai sejauh itu.


Raja kian mendekat. Eunoia tidak berani dan tidak sanggup menatap netranya. Apalagi hendak melawannya. Hatinya sangat bimbang. Jika menolak, dia takut Raja murka dan menghukumnya. Jika tidak menolak, berarti ia mengkhianati suaminya. Bagai makan buah simalakama.


Karena tidak memiliki kekuasaan, Eunoia pun menyerah pada takdirnya. Netranya berembun, tetapi mulutnya terkunci rapat. Hari itu merupakan hari kelabu baginya. Saat diizinkan pulang, Eunoia membawa setitik noktah yang menunjukkan bahwa dirinya sudah ternoda. Noda hitam yang akan mengubah aura hidupnya.


Dengan gagah sang Raja mengizinkannya pulang, tetapi sekali lagi Eunoia harus pasrah tatkala sang Raja mengulum bibir mungil Eunoia dengan begitu manis. Eunoia terpana. Belum pernah diterima perlakuan superlembut seperti itu.


Dua hari tidak ada kabar tentang Duria, suaminya. Bahkan hingga sebulan kemudian. Duria seolah hilang ditelan bumi.


Suatu sore sang punggawa datang kepadanya untuk yang kedua kalinya. Eunoia dipesan agar membawa busana seperlunya karena diminta menginap di istana raja.


"Paman, suami hamba belum pulang juga. Apakah hamba harus mengikuti perintah Tuanku Raja?" tanyanya sambil berurai air mata.


Pertanyaan yang tidak memperoleh jawaban sebab kereta kuda sudah disiapkan untuk menjemput. Mau tidak mau, ia harus mengikuti perintah sang Raja.


Sesampai di istana, Eunoia disambut sang Raja dan dibawanya ke ruang khusus untuk kedua kalinya. Kaki Eunoia gemetaran, tetapi ia harus melakukan apa yang menjadi sabda raja.


Dua hari Eunoia berada di kamar istimewa tersebut. Hatinya sangat gundah. Apa yang akan dikatakan kepada suami jika pulang nanti? Merasa tidak punya muka karena dirinya telah menjadi gundik raja. Beberapa pegawai istana pun maklum sehingga mereka hanya diam melihat Eunoia berada di istana atau pulang ke rumah pribadinya.


Sebulan, dua bulan. Tidak ada  kabar tentang suami yang berada di medan laga. Hingga Eunoia mendapat panggilan untuk datang ke istana yang ketiga kalinya.


Bagaikan palu godam tatkala didengar berita bahwa suaminya tidak akan pernah pulang karena telah gugur di medan laga. Sementara di perutnya sudah hadir janin yang entah milik siapa Eunoia tidak tahu. Entah putra Raja ataukah benih Duria sang suami. Yang Eunoia tahu, dia hamil muda.


"Aku yang bertanggung jawab, Yayi. Karena itu aku akan menikahimu!" sabda Raja yang tidak bisa ditolak dan dibantahnya.


"Ya, Tuanku Raja!" sembah Eunoia sambil terduduk di kaki sang Raja. Air matanya terburai membasahi kaki sang Raja.


"Hamba hamil, ya Tuanku!" sembahnya. Ini membuat Raja sangat bahagia karena selama ini ia menginginkan keturunan. Namun, sang Ratu dinyatakan mandul.


"Aku melakukan ini karena aku mencintaimu!" sabdanya dengan lembut.


Eunoia terkesiap. Sungguh, dia tidak pernah mengira jalan hidupnya akan berubah drastis seperti itu. dia tidak pernah menduga kalau sang raja sengaja mengirim suaminya ke medan laga agar bisa menikahinya.


Ya, kini Eunoia harus mengenakan busana seorang permaisuri. Ia menggantikan kedudukan Ratu yang telah diceraikan oleh sang Raja.


Perutnya yang membukit menunjukkan bahwa sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu. Perut yang setiap saat dibelai sang Raja. Meski tidak selalu mengenakan sepatu kaca, Eunoia tetap berdandan jelita karena sudah resmi menjadi ratu pendamping sang Raja.
Kini dia hidup di tengah-tengah gemerlapnya istana, sementara pasukan berbaju zirah pun bersiaga menjaga istana.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun