Sesampai di istana raja. Dimintanya Eunoia masuk ke dalam ruangan khusus. Eunoia bingung karena sebagai orang awam, dia tidak pernah melihat-lihat isi istana. Ia terkagum-kagum melihat interior ruangan yang aduhai. Tatkala Eunoia kebingungan, tiba-tiba sang Raja sudah berada di dekatnya.
"Eunoia, ...!" sapa Raja dengan lembut.
"Ya, Tuanku Raja!"
"Apakah kamu selalu mandi di kolam itu?"  sang Raja menggamit lengan Eunoia sambil dibawa  melihat dari jendela ruangan tersebut.
Eunoia sangat terkejut. Ternyata, siapa pun yang berada di kolam bawah sana, apa pun yang dilakukan dapat terlihat secara jelas dari tempat khusus tersebut.
Muka Eunoia merah merona. Dia teringat setiap kali  mandi di sana. Dia berpikir tidak seorang pun melihatnya. Ternyata, sang raja melihatnya dengan jelas.
"Eunoia, ketahuilah ... ,"
"Ya, Raja ...," Eunoia menunduk. Merasa sangat malu mengingat sang raja telah mengetahui dirinya sampai sejauh itu.
Raja kian mendekat. Eunoia tidak berani dan tidak sanggup menatap netranya. Apalagi hendak melawannya. Hatinya sangat bimbang. Jika menolak, dia takut Raja murka dan menghukumnya. Jika tidak menolak, berarti ia mengkhianati suaminya. Bagai makan buah simalakama.
Karena tidak memiliki kekuasaan, Eunoia pun menyerah pada takdirnya. Netranya berembun, tetapi mulutnya terkunci rapat. Hari itu merupakan hari kelabu baginya. Saat diizinkan pulang, Eunoia membawa setitik noktah yang menunjukkan bahwa dirinya sudah ternoda. Noda hitam yang akan mengubah aura hidupnya.
Dengan gagah sang Raja mengizinkannya pulang, tetapi sekali lagi Eunoia harus pasrah tatkala sang Raja mengulum bibir mungil Eunoia dengan begitu manis. Eunoia terpana. Belum pernah diterima perlakuan superlembut seperti itu.