Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membudayakan Gemar Membaca Sejak Dini

10 Mei 2024   00:44 Diperbarui: 10 Mei 2024   00:47 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Membudayakan Gemar Membaca Sejak Dini

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Yang membaca itu orang dewasa atau kita, lalu menceriterakannya kepada anak atau cucu kita. Untuk membeli buku cerita anak, jangan menunggu sampai anak atau cucu kita bisa membaca. Telaaaaat!

Saya bercerita saat anak saya kurang dari empat tahun. Saat empat tahun, bahkan kurang dari itu, sudah saya ajari baca tulis sendiri. Saat memasuki TK  dipastikan merekasudah bisa membaca sendiri. Sebelum 'kerja otak mereka mengalami penyebelahan,' itu merupakan masa keemasan untuk belajar berbahasa, kan?

Nggak usah menunggu diajari gurunya kalau kita sendiri bisa mengajarinya. Itu prinsip saya, sih. Tiga jagoan saya, sengaja saya ajari sendiri, masing-masing dengan metode berbeda. Yang  penting enjoy, belajar sambil bermain, dan dampaknya mereka bisa membaca dan menulis.

Saat sulung belajar membaca, saya menggunakan metode menggambar dan menulis bersama. Sulung ini hebat, dalam kondisi sakit saya harus izin tidak mengajar. Untuk mengisi kekosongan waktu, saya ajak dia bermain menulis dan menggambar di buku tulis. Saya menggambar mata, sambil menuliskan ma ta, dan seterusnya. Setengah  hari saya menghabiskan tiga buku tulis dan langsung  sore itu dia sudah bisa membaca.

Untuk si tengah, beda lagi. Saya  menggunakan alat peraga berupa kartu huruf dan kartu suku kata. Huruf dan suku kata itu bisa digandeng-gandeng menjadi kata. Sengaja saya buatkan dengan menggunakan karton bekas atau kertas manila dengan spidol hitam. Namun, putra kedua ini tipe kinestetik dan kurang fokus. Masih cenderung bermain-main sehingga memerlukan waktu agak lama dibandingkan sang kakak. Akhirnya, dalam waktu seminggu dia pun mampu membaca.

Sementara, untuk si bungsu dengan model lain lagi. Kepadanya saya drill-kan secara lisan bunyi-bunyi konsonan dan vokal, tanpa peraga. Misalnya, b a = ba secara lisan semacam dihafalkan. B I = bi. Jika digabung ... ba apa? Bi apa? Nah, menjadi ... babi. Jika sedang ada buku, saya carikan gambar babi. Setelah hafal, barulah ke huruf atau tulisan.

Saya mendaftarkan mereka sebagai anggota perpustakaan (terkenal sebagai anggota terkecil) dan setiap ada waktu selalu saya bawa ke perpustakaan umum di depan Museum Brawijaya. Selain itu, saya dan suami memfasilitasi dengan membelikan buku bacaan anak, misalnya Bobo, Kuncung meskipun mampunya membeli majalah bekas.

Setiap bulan mereka masing-masing kami izinkan membeli satu buku pribadi. Jika kakaknya menyukai koleksi Lima Sekawan, si kecil yang belum bersekolah sudah mengoleksi komik wayang, Mahabharata dan Ramayana.

Ketika  masih kecil, mereka juga melihat saya mengetik cerita anak dengan mesin ketik manual dan mengirimkan ke koran atau majalah. Jika dimuat, memperoleh honor, mereka kami bawa ke kantor pos. Mereka pulalah yang menerima wesel dan mencairkannya di kantor pos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun