Membudayakan Gemar Membaca Sejak Dini
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Yang membaca itu orang dewasa atau kita, lalu menceriterakannya kepada anak atau cucu kita. Untuk membeli buku cerita anak, jangan menunggu sampai anak atau cucu kita bisa membaca. Telaaaaat!
Saya bercerita saat anak saya kurang dari empat tahun. Saat empat tahun, bahkan kurang dari itu, sudah saya ajari baca tulis sendiri. Saat memasuki TK Â dipastikan merekasudah bisa membaca sendiri. Sebelum 'kerja otak mereka mengalami penyebelahan,' itu merupakan masa keemasan untuk belajar berbahasa, kan?
Nggak usah menunggu diajari gurunya kalau kita sendiri bisa mengajarinya. Itu prinsip saya, sih. Tiga jagoan saya, sengaja saya ajari sendiri, masing-masing dengan metode berbeda. Yang  penting enjoy, belajar sambil bermain, dan dampaknya mereka bisa membaca dan menulis.
Saat sulung belajar membaca, saya menggunakan metode menggambar dan menulis bersama. Sulung ini hebat, dalam kondisi sakit saya harus izin tidak mengajar. Untuk mengisi kekosongan waktu, saya ajak dia bermain menulis dan menggambar di buku tulis. Saya menggambar mata, sambil menuliskan ma ta, dan seterusnya. Setengah  hari saya menghabiskan tiga buku tulis dan langsung  sore itu dia sudah bisa membaca.
Untuk si tengah, beda lagi. Saya  menggunakan alat peraga berupa kartu huruf dan kartu suku kata. Huruf dan suku kata itu bisa digandeng-gandeng menjadi kata. Sengaja saya buatkan dengan menggunakan karton bekas atau kertas manila dengan spidol hitam. Namun, putra kedua ini tipe kinestetik dan kurang fokus. Masih cenderung bermain-main sehingga memerlukan waktu agak lama dibandingkan sang kakak. Akhirnya, dalam waktu seminggu dia pun mampu membaca.
Sementara, untuk si bungsu dengan model lain lagi. Kepadanya saya drill-kan secara lisan bunyi-bunyi konsonan dan vokal, tanpa peraga. Misalnya, b a = ba secara lisan semacam dihafalkan. B I = bi. Jika digabung ... ba apa? Bi apa? Nah, menjadi ... babi. Jika sedang ada buku, saya carikan gambar babi. Setelah hafal, barulah ke huruf atau tulisan.
Saya mendaftarkan mereka sebagai anggota perpustakaan (terkenal sebagai anggota terkecil) dan setiap ada waktu selalu saya bawa ke perpustakaan umum di depan Museum Brawijaya. Selain itu, saya dan suami memfasilitasi dengan membelikan buku bacaan anak, misalnya Bobo, Kuncung meskipun mampunya membeli majalah bekas.
Setiap bulan mereka masing-masing kami izinkan membeli satu buku pribadi. Jika kakaknya menyukai koleksi Lima Sekawan, si kecil yang belum bersekolah sudah mengoleksi komik wayang, Mahabharata dan Ramayana.
Ketika  masih kecil, mereka juga melihat saya mengetik cerita anak dengan mesin ketik manual dan mengirimkan ke koran atau majalah. Jika dimuat, memperoleh honor, mereka kami bawa ke kantor pos. Mereka pulalah yang menerima wesel dan mencairkannya di kantor pos.