Oleh: Ninik Sirtupi Rahayu
Mohon izin untuk mengunggah ulang artikel lawas yang penulis tulis tahun 2009. Yang masih layak dan relevan bisa kita adopsi dan adaptasikan lagi sebagai perbandingan dalam pembelajaran.Â
Life long education atau long life education? Keduanya dapat kita terima sebagai prinsip hidup sebab pada hakikatnya kita belajar setiap hari di dalam hidup dan kehidupan ini.  Tentulah kita  belajar sepanjang hidup kita! Karenanya, kita harus menjadi pembelajar yang baik jika kesuksesan yang menjadi cita-cita kita.
Jawa Pos (Senin, 23 Maret 2009) memberikan tips cara belajar efektif yang patut diterapkan dalam kehidupan. Belajar efektif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Kenali gaya belajar, (2) Berpikir positif, (3) Latih konsentrasi, (4) Kontinue, (5) Gunakan jembatan keledai, (6) Buat catatan singkat, dan (7) Berdoa. Berdasarkan tips dan panduan belajar tersebut kita dapat memadukan, mengombinasikan, mengembangkan dengan berbagai prinsip bisnis, dan mempraktikkannya agar hasil belajar dapat kita capai secara maksimal.
Setidaknya kita mengenal beberapa tipe  pembelajar, misalnya auditif (verbal), visual, dan motorik (kinestetik). Tipe auditif (verbal) ditandai jika seseorang dapat memahami atau mengingat apa yang dipelajari melalui suara. Misalnya, seseorang yang sedang belajar menyanyi, ia akan cepat dapat menyanyikan lagu dengan jalan mendengarkan orang lain menyanyikan lagu tersebut. Tipe visual ditandai jika seseorang yang belajar dapat mengingat secara tepat dengan melihat secara langsung. Misalnya seseorang yang sedang belajar memasak, dengan melihat langsung koki yang mendemonstrasikan cara memasak dapat melakukan hal tersebut secara cepat dan benar. Sementara, ada juga orang yang bertipe motorik atau kinestetik. Yang bersangkutan dapat memahami apa yang disampaikan orang lain jika menuliskan atau merangkum apa-apa yang disampaikan pembicara.
Agar apa yang kita pelajari merasuk ke dalam otak, ada baiknya kita merenung-renungkan tergolong tipe mana kita ini. Kita harus mengenali cara belajar yang paling sesuai dengan diri kita. Apakah kita mudah mengingat wajah seseorang, tetapi melupakan nama orang tersebut? Ini berarti kita sebagai salah satu orang yang bertipe visual. Dengan demikian, jika kita harus mempelajari sesuatu, kita dapat membantu ingatan kita dengan gambar-gambar atau tinta warna-warni. Atau mungkin, kita adalah orang yang masih mengingat kata-kata guru atau orang lain meskipun itu sudah beberapa tahun silam? Ini berarti, kita bertipe auditif! Nah, jika kita memiliki tipe belajar seperti ini, tentu pantangan bagi kita untuk membolos! Sebab, jika membolos kita tidak akan mendengar langsung apa yang disampaikan oleh guru atau narasumber kita!
(Penulis merasakan sebagai seseorang yang bertipe motorik. Sebab, Â tanpa kertas dan alat tulis, penulis tidak akan dapat mengikuti pembicaraan seseorang! Lupa membawa alat tulis dan kertas sama dengan neraka bagi penulis!)
Dikatakan bahwa keberhasilan belajar tidak ditentukan oleh panjang (lama) nya waktu belajar, namun oleh kualitas tingkat konsentrasi saat belajar. Daya konsentrasi ini dapat dilatih sedikit demi sedikit, misalnya hari ini kita mencoba belajar dengan konsentrasi penuh selama 20 menit, besok kita tambah menjadi 30 menit, dan seterusnya. Jika setia dengan komitmen, kita pasti akan menuai hasil secara sempurna.Â
Kontinuitas belajar juga cukup berpengaruh terhadap hasil belajar. Biasanya kita belajar dengan mempergunakan model SKS yang terkenal sebagai singkatan dari "sistem kebut semalam". Belajar seperti ini tidak akan menghasilkan apa-apa karena daya ingat kita bukan mesin yang dapat dimanfaatkan secara instan! Karena itu, dalam psikologi terdapat semboyan "lima kali satu lebih baik daripada satu kali lima". Artinya, belajar secara rutin satu jam setiap hari, hasilnya akan lebih bagus daripada sekaligus lima jam dalam satu hari! Dengan demikian disarankan agar kita tidak belajar hanya jika ada ujian atau ulangan, tetapi setiap hari, baik ada maupun tidak ada ulangan atau ujian! Siapa tahu guru kita pun menguji cara belajar kita juga dengan memberikan ulangan secara mendadak! Wah, bisa gawat jika kita tidak belajar, bukan?
Jembatan keledai (Malang Post, 12 April 2009) sangat membantu mempercepat pemahaman dan ingatan. Tidak setiap orang memiliki daya ingat yang 'setia', 'panjang', dan 'tahan lama'. Daya ingat yang disebut-sebut sebagai 'setia' adalah daya ingat idaman kita, yakni kita tidak mudah melupakan apa yang kita ketahui/dengar/lihat. Daya ingat yang 'panjang' adalah memori ingatan yang dapat dimanfaatkan secara lama. Jadi, meskipun peristiwa sudah terjadi cukup lama, kita masih mengingatnya. Sementara, ingatan yang 'tahan lama' pun ingatan yang sangat kita dambakan, yakni yang dapat menyimpan memori dalam waktu yang lama. Namun, kenyataannya, kita sering mengalami PDI (penurunan daya ingat) alias pikun secara dini! Agar hal tersebut teratasi, kita dapat memanfaatkan jembatan keledai ini.
Setiap orang dapat membuat sendiri jembatan keledai atau titian ingatan sesuai selera. Misalnya, saat kita menduduki bangku SD, guru-guru kita memberikan cara mudah mengingat jenis-jenis warna pelangi dengan 'mejikuhibiniu' (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu). Atau mungkin dengan cara membuat lagu, misalnya untuk mengingat nama-nama sungai di Sumatera dengan dinyanyikan: Musi, Batanghari, Indragiri, Kampar, Siak, Rokan, dan Asahan dari Toba ke Selat Malaka. Lagu ini penulis peroleh saat bersekolah di SD, tetapi hingga setua ini penulis masih dapat menyanyikannya (walau dengan suara sumbang)! Ternyata, hal-hal yang sudah berlangsung begitu lama, masih tetap segar dalam ingatan karena mempergunakan jembatan keledai!