Mudik  juga bisa bermakna kias. Mudik secara simbolis dapat dimaknai sebagai perjalanan 'pulang ke tempat asal' yang lain, yakni pulang ke rumah Allah (rahmatullah).
Pembaca yang budiman. Bukankah sebenarnya kita ini pun sedang dalam antrean panjang perjalanan pulang? Kita yang berasal dari debu, akan kembali menjadi debu pula. Nah, ... apa yang kita persiapkan untuk kepulangan kita itu? Sudahkah kita pikirkan dari sekarang? Apalagi, sungguh, kita tak pernah tahu kapan kita memperoleh antrean itu. Oleh karenanya, sebelum mudik ke rumah orang tua atau ke tempat habitat asal, ada baiknya kita sejenak mengingat bahwa suatu saat kita pun harus pulang ke tempat asal, ke dunia lain.
Ada baiknya, sebelum bermaaf-maafan dengan anggota keluarga dan handai taulan, kita pun memohon ampunan kepada Tuhan Yang Maha Pengampun. Kita telusuri apakah selama perjalanan hidup ini kita telah menyakiti hati sesama kita, yang juga berarti telah melukai hati Sang Maha Pencipta yang menciptakan kita dan sesama yang kita lukai hatinya itu.
Kita tengok, barangkali kita telah merampok hak-hak orang lain dengan cara apa pun. Kita periksa kalau-kalau ada iri, dendam, dan dengki yang mengotori hati. Kita ingat-ingat barangkali kita kurang memedulikan dan mengasihi sesama karena kita terlalu ego dan tak memiliki hati yang penuh empati.
Mungkin, sesama kita itu tidak mengetahui sama sekali apa yang kita rasakan atau lakukan. Namun, bukankah Yang Mahatahu itu mengetahui apa yang berada jauh di lubuk hati kita? Saatnya kita tepekur sejenak, merenung-renung untuk kemudian segera bersujud tersungkur di hadapan hadirat-Nya senyampang pintu ampunan itu masih lebar terbuka ...
Khusus bagi para pemudik, hati-hati di jalan. Tetap sabar dan waspada, yaa .... semoga sampai tujuan dengan selamat, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H