Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kucing vs Manusia

7 April 2024   20:46 Diperbarui: 7 April 2024   20:52 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika menabrak kucing saja kita harus memiliki dan menerapkan tata krama dan etika, bukankah lebih-lebih terhadap manusia yang memiliki sejuta rasa dan hati yang bukan pualam, kita pun harus lebih manusiawi?

Entah karena takut menanggung risiko dari segi keuangan atau apa, seringkali yang terjadi adalah 'tabrak lari'. Karena semakin banyaknya jumlah pengendara sepeda motor dan sarana jalan yang tidak pernah bertambah, hampir setiap hari di setiap ruas jalan terjadi kecelakaan. Mulai dari 'cuma bersenggolan' hingga kecelakaan maut sekalipun, yang kita dengar dan saksikan adalah sang penabrak melarikan diri.

Korban terkapar bersimbah darah pun, sang penabrak pura-pura tidak mengetahuinya. Beruntung di antara sekian juta anggota masyarakat, pastilah masih ada orang-orang baik yang memiliki 'hati' yang tiba-tiba saja menjelma menjadi 'malaikat' yang dipakai Tuhan untuk menolong korban dengan tulus ikhlas.

Terima kasih atas dikaruniakan-Nya orang-orang baik, dengan hati berlian, yang berkenan menolong sesama dalam penderitaannya, atau yang sedang dirundung malang di jalanan. Semoga Allah membalas dengan kebaikan juga pastinya. Amin. 

Senyampang masih 'ramadhan' (yang berarti bulan baik, bulan berkah, dan bulan ampunan) ada baiknya kira merenungkan masalah ini. Bagaimana seandainya kita yang menjadi korban itu. Sakit, menderita, dan kesal (sakit hati) karena sang penabrak tidak bertanggung jawab. Jangankan bertanggung jawab, yang ada malah melarikan diri.

Tepo seliro dan rasa tanggung jawab harus kita pupuk sejak dini, sejak sekarang  agar kita bisa disebut 'manusia' yang 'memanusiakan manusia' (Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Jangan sampai menunggu sudah tidak bernama manusia lagi)

Mari kita belajar dari budaya Jawa di atas. Belajar menjadi manusia (Indonesia) yang berbudi pekerti luhur dan berjiwa mulia agar perilaku kita semakin memesona. Jika terhadap seekor kucing saja kita harus bertanggung jawab dan takut kuwalat, terlebih lagi terhadap korban manusia yang terpaksa menderita karena ulah kita.

Semoga kita menjadi lebih agamis dan lebih arif. Mampu menyikapi segala persoalan dengan menerapkan ajaran ilahi sesuai agama masing-masing dan dengan demikian bisa menjadi teladan bagi anak cucu dan generasi mendatang. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang menempatkan Pancasila sebagai pedoman hidup, kita pun mampu menjadi pioner dan patriot sejati, 'Pancasilais' yang bersemangat empat lima, berakhlak mulia, dan berhati jelita. Dengan demikian, tidak akan ada lagi kasus 'tabrak lari' karena semua merasa peduli terhadap bangsanya yang sebenarnya adalah juga saudaranya sendiri. Semoga ....

Untuk yang sedang mudik, para pengguna jalan raya, hati-hati yaaa ... selamat sampai tujuan tanpa halangan apa pun, amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun